Penghijauan untuk Air Berlimpah

Sekitar 20 tahun lalu, warga Desa Cowek, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, sulit mendapatkan air bersih. Apalagi saat musim kemarau, warga harus berjalan 3 kilometer ke daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Malang.
Di daerah yang hanya memiliki akses jalan setapak itulah terletak Sumber Sentong, mata air yang menjadi tumpuan harapan.
Jika tidak mau berjalan jauh, warga dari enam dusun di Desa Cowek harus siap berebut air. Suatu hal yang ironis karena 2 kilometer dari desa adalah Kebun Raya Purwodadi. Namun, kawasan hutan di sekitar Desa Cowek saat itu telah beralih menjadi kebun palawija.
Tetapi, itu cerita lalu. Kini kawasan desa seluas sekitar 501 ribu hektare (ha) itu telah hijau kembali. Warga dusun Sumbersari, Sempu, Krajan, Borong, Selowinangun, dan Putuk tidak perlu lagi berjalan jauh.
Jika Anda menanyakan bagaimana perubahan itu terjadi, warga akan menunjuk pada Sugiarto. Apa saja yang telah dilakukannya tergambar dari rumahnya di Jalan Nongkojajar, Desa Cowek.
Di bagian depan rum sederhana itu tergantung papan bertuliskan Lembaga Kader Lingkungan Hidup (LKLH) Karya Indah dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Hutan Permata. Di situ pemuda desa digembleng jadi prajurit lingkungan. Senjata mereka terhampar di halaman rumah itu, yakni bibit-bibit tanaman keras seperti mahoni, trembesi, dan tanjung.
“Saya berinisiatif mengamati sumber air, dari situ dapat jawaban bahwa masalah air karena debit mengecil di beberapa lokasi. Penyebabnya karena kurang tanaman keras,” tutur Sugiarto tentang awal kegiatannya kepada Media Indonesia, Selasa (21/6).
Butuh 14 tahun
Sugiarto mengawali kegiatannya sejak 1994. Dengan kocek sendiri sebesar Rp 6 juta, ia mulai menanam kembali lahan yang gersang dan membuat pembibitan tanaman keras.
Usaha tersebut bukan tanpa hambatan. Tanaman yang sudah ditanam sering kali dirusak dan  lahan yang sedang dihijaukan kembali digarap jadi kebun palawija.
Tidak jarang, ayah dua anak itu dicibir bahkan dilabrak warga yang tidak senang. Namun, anak pensiunan pegawai Perhutani itu tidak menyerah.
Ia menggandeng tokoh masyarakat, perangkat desa, dan instansi tempat ayahnya pernah mengabdi. Dengan dukungan banyak pihak, pendekatan sosial bisa dilakukan. Sembako dibagikan untuk meraih simpati warga. Sentra pembibitan tanaman keras juga membuka lapangan kerja.
Sugiarto mengajak guru dan pemuda untuk menyosialisasikan itu di lingkungan masing-masing. “Untuk meluluhkan hati warga yang masih kolot, hanya dengan dibuktikan,” kenang pria 38 tahun itu.
Upaya penghijauan pun difokuskan di sumber mata air. Sugiarto membuat peta lokasi secara sistematis. Beberapa masyarakat tergerak ikut membantu, terutama setelah dibagikan bibit tanaman keras gratis. Kegiatan menanam pohon berkembang ke pinggir jalan dan halaman sekolah.
Lama-kelamaan masyarakat merasakan sendiri dampak kerja mereka. Areal hutan seluas 950 ha kembali pulih. Empat belas mata air yang kering hidup lagi. Bahkan. bermunculan mata air baru hingga total ada 21 titik mata air.
“Sumber mata air yang dulu sempat akan mati sekarang mengalirkan air melimpah,” ujar Sunari, 39, salah satu warga yang juga relawan lingkungan.
Warga akhirnya bersatu mendukung gerakan pelestarian lingkungan. Mereka ikut menjaga sumber mata air, membangun bilik untuk mandi, membangun tandon air guna mencukupi kebutuhan air bersih, dan membuat instalasi penyaluran air.
Virus hijau
Air yang sudah kembali melimpah tidak membuat kegiatan lingkungan berhenti. Sugiarto terus menggalang relawan lingkungan hidup lewat LKLH.
“Sejauh ini 38 pemuda desa menjadi relawan,” katanya. Uniknya, para pemuda dibina melalui wadah gugus depan pramuka komunitas lingkungan hidup. Maka, hari-hari mereka bukan hanya diisi dengan menanam pohon, melainkan juga program gemblengan bela negara.
Sugiarto yang sejak kecil aktif di pramuka membangun fasilitas barak penaungan untuk komunitas itu. Barak akhirnya menjadi tempat belajar pemuda dari daerah lain.
Untuk mengembangkan pengalaman dan pengetahuan, para kader diajak berpartisipasi dalam kegiatan penghijauan di sejumlah daerah di Jatim.
Tidak mengherankan, segala  jerih payah itu membuat Sugiarto dianugerahi berbagai penghargaan lingkungan. Sugiarto menyabet Penghargaan Kebun Bibit Swadaya Terbaik Kabupaten Pasuruan 2008, Penghargaan Pramuka Wira Prestasi 2009, dan Penghargaan Perintis Lingkungan Terbaik ke-2 Jawa Timur pada 2010. Prestasi lebih besar lagi baru diraih beberapa bulan lalu, yakni sebagai penerima Kalpataru 2011 bidang Perintis Lingkungan Hidup.
Nama Media : MEDIA INDONESIA
Tanggal       : Minggu, 3 Juli 2011, Hal. 7
Penulis        : miweekend @mediaindonesia.com
TONE           : POSITIVE

Share:
[addtoany]