Jakarta – Saat ini terdapat 115 ribu hektar (ha) lahan di salah satu BUMN yaitu Perhutani yang masih bermasalah terutama terkait sengketa lahan. Hal itu berkaitan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan prosedur. Guna menandatangani masalah itu, Perum Perhutani menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengambil alih lahan negara itu Lewat sertifikasi.
“Kerjasama ini merupakan salah satu upaya penanganan permasalahan pertanahan lialam hutan negara dan tanah aset yang koordinatif, sekäligus percepatan pensertifikatan tanah-tanah aset milik Perhutani,” kata Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto bersama saat menandatangani MoU di Kantor BPN Jakarta, Jumat (21/3).
Nantinya, lanjut Bambang, nota kesepakatan ini akan ditindaklanjuti dengan perjanjiian kerjasama antara kepala kantor wilayah BPN dengan kepala divisi regional Perum Perhutani di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat, Banten.”Melalui kerjasama ini diharapkan ada sinkronisasi, identifikasi dan gelar kasus sekaligtis .mediasi data penanahan terkait bidang tanah yang bermasalah, data fisik maupun data yuridis lainnya,” jelas dia.
Kemudian dia menjelaskan bahwa secara yuridis, lahan atau bitiang tanah yang dikelola Perhutani terdiri dari dua status. Pertama, status kawasan hutan negara diatur dan tunduk terhadap UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Kedua, tanahtanah perusahaan diatur dan tunduk terhadap UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria.
Oleh karenanya, masalah lahan ini kata Bambang, merupakan aspek penting bagi’ terselenggaranya kepastian usaha dan lingkungan. “Mengingat pentingnya masalah aset ini, maka Perhutani telah membentuk divisi khusus yang menangarli pemanfaatan dan pengelolaan aset perusahaan,” ungkap Bambang.
Luas wilayah kerja atau kawasan Perhutani mencapai 2.426.206 Ha, sekitar 17% dari luas daratan Jawa dan Madura. Wilayah itu terdiri dari kawasan hutan dikelola divisi regional Jawa Tengah seluas 630.720 Ha, sementara kawasan hutan yang dikelola divisi regional Jawa Timur seluas 1.136.479 Ha dan kawasan hutan yang dikelola dividi regional Jawa Barat Banten seluas 659.007 Ha.
Sedangkan aset Perum Perhutani berupa rurnah dinas dan bidang tanah untuk mendukung pengelolaan hutan seluruhnya 25.909.258 meter persegi, terdiri dad 4.046 lokasi. Sampai akhir 2013, di dalam kawasan hutan Perhutani ada masalah sengketa lahan sekitar 115.000 Ha.
Bambang pun menyadari, untuk mengambil alih lahan tersebut bukanlali langkah yang mudah. Pihaknya telah berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan melibatkan instansi berwenang.”Ini tugas yang berat, peninggalan ‘Zaman Dulu,” imbuh dia.
Sedangkan Kepala BPN, Hendarman Supandji mengatakan kerjasama kesepakatan ini dilakukan untuk membantu dakan rnelaksanakan sertifikat tanab dan memberikan kepasuan hukum atas tanah yang dimiliki. Kasus-kasus yang dihadapi kebanyakan berupa penyerobot pengambilalihan aset oleh pihak ketiga atau claim pihak ketiga lainnya.
“Mudah-mudahan dengan kesepakatan bersama ini proses pcnyelesaian permasalahan tanah yang dihadapi Perhutani dapat segera kita temukan solusi terbaiknya,” kata dia.
Di samping itu, lanjut dia, BPN juga memberikan pendampingan untuk meningkatkan SDM di dalam bidang hukum dari instansi-instansi tersebut. Hendarman pun tidak menampik bahwa pihaknya saat ini memiliki SDM yang terbatas, sehingga hanya mampu mensertifikat 2 juta bidang tanah per tahunnya.
Saat ini, kata dia, daratan non hutan di Indonesia sekitar 85,8 juta, yang sudah bersertifikat 44,3 juta. Sedangkan sisanya 41,3 juta, belum bersetifikat.
Sehingga di utuhkan waktu 21 tahun untuk mensertifikat semua kawasan non hutan. Karenanya, Hendarman berjanji akan meningkatkan proses sertifikat sebanyak lima juta bidang tanah setiap tahunnya.”Kami akan berusaha agar semua disertilikatkan 5-8tahun,” ujar dia. Moharr
Sumber : Ekonomi Neraca
Tanggal : 24 Maret 2014