JPNN Online, SURABAYA – Perum Perhutani Unit II Jatim terus berupaya menekan tingkat pencurian kayu. Khususnya, kayu jati yang berada di wilayah Bojonegoro dan Tuban. Solusinya adalah mendirikan warung kayu tahun depan. Kedua wilayah tersebut selama ini dikenal menjadi lokasi penjarahan kayu terbesar di wilayah Jatim.
Kepala Biro Perlindungan Sumber Daya Hutan Perhutani Unit II, NP Adnyana mengatakan pencurian jati di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Parengan Bojonegoro, dan KPH Jatirogo, Tuban, selama September 2012 sampai September 2013 telah merugikan negara hingga Rp 16,66 miliar atau mencapai 17 ribu lebih meter kubik.
“Karena, hubungan suplai dan permintaan yang membuat aksi pencurian terus berkembang. Jati di Jatirogo adalah terbaik di Indonesia, sebab jati indukan,” kata Adnyana dikantornya akhir pekan lalu.
Warung kayu adalah tempat transaksi jual beli kayu resmi dari Perhutani. Sedangkan, pengelola adalah masyarakat sekitar dalam bentuk koperasi. BUMN kehutanan itu akan memberi subsidi harga kayu. “Warung kayu, khusus sektor ritel. Misalkan, perajin furniture. Indusrti tetap melalui TPK (tempat penimbukan kayu),” paparnya.
Adnyana menambahkan warung kayu yang menaungi wilayah Bojonegoro dan Tuban ini adalah yang ketiga di Perhutani II. Realisasi pendirian adalah awal tahun depan. Sebelumnya, daerah Jombang dan Nganjuk sudah berdiri. Salah satu syarat pendirian lokasi warung kayu adalah berada di kawasan sentra perajin mebel.
“Warung kayu di daerah Jombang termasuk sukses. Dalam jangka waktu setahun pendirian warung kayu, kerugian negara yang sebelumnya Rp 11 miliar menjadi nol,” cetusnya.
KPH di wilayah Tuban-Bojonegoro tersebut memproduksi kayu sekitar 3 ribu sampai 4 ribu meter kubik. Dari jumlah produksi tersebut, sekitar 10 persen akan dipasarkan melalui warung kayu.
“Jadi di warung kayu calon pembeli seperti perajin maupun masyarakat umum bisa membeli dalam satuan terkecil seperti satu batang atau dua batang. Dengan demikian, warga atau perajin tidak perlu lagi membeli kayu ilegal, sehingga permintaan kayu ilegal juga menurun. Jika permintaan kayu ilegal turun, otomatis pencurian kayu juga turun,” papar Adnyana.
Ia menyebut total tebangan jati pada tahun ini mencapai 70 ribu meter kubik. Jumlah itu masih jauh dari kebutuhan kayu itu. “Dalam setahun, total permintaan kayu adalah 2,5 juta kubik. Kontribusi jati adalah 60 persen atau 1,5 juta kubik,” ucapnya.(dio)
JPNN Online | 14 Oktober 2013 | 07.46 WIB