REPUBLIKA (10/07/2019) | Perum Perhutani pada tahun ini mulai memfokuskan pengembangan unit bisnis industry tanaman biomassa sebagai bahan baku penghasil bioenergi. Bisnis tersebut diprioritaskan sebagai basis perluasan ekspor komoditas dan diyakini akan menjadi kontributor utama terhadap pendapatan perseroan mulai 2025.
Direktur Utama Perhutani Denaldy Mulino Mauna mengatakan, area pertanaman tumbuhan biomassa bakal dibuat di lahan milik Perhutani seluas 122 ribu hektare (ha). Lahan yang kosong dan tidak produktif diprioritaskan untuk menjadi kawasan tanaman biomassa.
“Pemain biomassa di dunia saat ini masih kecil. Lima tahun ke depan kami akan fokus mengembangkan bisnis ini,” kata Denaldy di Jakarta, Selasa (9/7).
Ia menyampaikan, pada 2019 Perhutani telah mulai penanaman tumbuhan biomassa di lahan seluas 20 ribu ha dari total target 122 ribu ha. Dari luas tanam itu, produksi kayu biomassa diprediksi sebesar 52.500 ton. Namun, tahun pertama penanaman diakui belum dapat menghasilkan woodpellet sebagai bahan baku pembuatan bioenergi.
Meski begitu, produksi kayu biomassa tersebut sudah dapat dieskpor ke Korea Selatan dan Jepang dengan perkiraan pendapatan sebesar Rp 1,6 miliar. Dua negara itu menjadi pasar utama karena membutuhkan bahan baku pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Wood pellet dapat digunakan untuk substitusi batu bara sebagai bahan baku produksi listrik.
Denaldy mengatakan, Perhutani fokus terjadap target pada 2025. Pada tahun tersebut, dari luas pertanaman 122 ribu hektare akan dihasilkan 3,05 juta kayu biomassa yang akan dikonversi menjadi 2,03 juta ton wood pellet.
“Kami harapkan dalam waktu lima tahun ke depan klaster tanaman biomassa dapat terbangun sesuai rencana. Dengan begitu, tercipta tambahan pendapatan sebesar Rp 3,5 triliun. Sekitar 85 persen dari pendapatan itu disumbang dari ekspor wood pellet,” kata Denaldy.
Selain memberikan tambahan pendapatan, bisnis biomassa juga menjadi bentuk partisipasi aktif Perhutani mendorong penggunaan EBT di dunia. Hal itu sejalan dengan visi perseoran pengelola hutan kelas dunia. Di sisi lain, penanaman tanaman biomassa membantu menyerap gus karbondioksida sekaligus membantu mengurangi emisi karbon.
Project Management Unit Biomassa Perhutani, Citasari, mengatakan, industry biomassa bakal menjadi unit bisnis yang bisa menghasilkan pendapatan dalam waktu cepat. Pasalnya, tanaman biomassa hanya membutuhkan waktu dua tahun untuk siap diolah menjadi wood pellet. Adapun jenis tanaman biomassa yang digunakan Perhutani adalah gamal dan kaliandra.
Ia menjelaskan, keuntungan lainnya dari tanam biomassa adalah setelah penebangan, penanaman bibit tidak lagi diperlukan. “Istilahnva short rotation coppice. Setelah dia ditebang maka akan tumbuh lagi dan menjadi lebih luas tanpa kita menanam bibit baru,” kata Citasari.
Mengenai kebutuhan investasi, Citasari mengatakan, setidaknya bakal menghabiskan dana sebesar Rp 800 miliar untuk pengembangan 122 hektare lahan tanaman biomassa. Angka itu mencakup biaya enanaman, bibit, dan panen.
Kebutuhan investasi pembangunan pabrik-pabrik wood pellet sekitar Rp 50 miliar. Pabrik tersebut direncanakan berkapasitas 100 ribu ton wood pellet per tahun. Pabrik tersebut akan didirikan di Semarang dan mulai beroperasi pada 2021 mendatang.
Sumber : Republika, hal 9
Tanggal : 10 Juli 2019