BANDUNG, KOMPAS — Perum Perhutani mengalokasikan 267.000 hektar lahan hutan di Pulau Jawa bagi pertanaman padi dan jagung untuk mendukung swasembada pangan. Pertanaman pangan yang dikelola oleh sekitar 6.000 lembaga masyarakat desa hutan ditargetkan menghasilkan 1 juta ton jagung dan 500.000 ton gabah kering giling setiap tahun.
Hal itu dikatakan Direktur Utama Perum Perhutani Mustofa Iskandar di sela-sela puncak hari jadi 54 tahun badan usaha milik negara (BUMN) kehutanan itu di Bandung, Minggu (29/3). “Dalam uji coba tanam padi di lahan hutan sudah bisa meningkatkan produksi dari 3,5 ton menjadi 5 ton per hektar,” ujar Mustofa. Padi dan jagung itu ditanam di lahan kosong yang disediakan di antara pohon kayu hutan.
Agar tumpang sari itu bisa berkembang, jarak tanam di antara pohon kayu produksi diperluas dari biasanya 3 x 3 meter menjadi 6 x 2 meter hingga 8 x 2 meter. Dengan lebarnya jarak tanam itu, petani hutan bisa melakukan pertanaman dengan baik. Pertanaman pada zona adaptif ini didukung Kementerian Pertanian yang memberikan pupuk subsidi bagi petani hutan.
Menurut Mustofa, lahan pada zona adaptif ini seluas 167.000 hektar untuk pertanaman jagung dan 100.000 hektar untuk padi. Selain untuk mendukung kedaulatan pangan, program ini juga untuk mengentaskan masyarakat di sekitar hutan dari kemiskinan. “Mestinya masyarakat desa hutan itu tidak miskin karena paling dekat dengan sumber daya alam,” ujar Mustofa.
Kepala Biro Komunikasi Perhutani Susetiyaningsih mengatakan, pada 2014 perusahaan negara ini meraup pendapatan Rp 4,604 triliun dengan laba bersih Rp 380 miliar atau naik 186 persen dari pendapatan 2013. Pendapatan itu 48 persen dari kayu dan 52 persen dari nonkayu, seperti pendapatan dari obyek wisata alam. Ke depan, Perhutani bertekad terus meningkatkan pendapatan dari nonkayu.
Ketahanan pangan
Tahun 2014, Perhutani ditetapkan sebagai induk holding BUMN kehutanan dengan lima anak perusahaan, yakni PT Inhutani I, II, III, IV, dan Inhutani V. Dengan menjadi perusahaan induk, tanggung jawab Perhutani semakin besar. Sebagai BUMN, lanjut Susetiyaningsih, Perhutani dituntut menjadi instrumen ketahanan nasional di bidang pangan, energi, dan air.
Perhutani juga harus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional, kepeloporan, dan kebanggaan nasional. Untuk itu, Perhutani menerapkan sistem teknologi informasi pada semua bidang kerja, termasuk pemindahan sistem pengelolaan dari tradisional ke modern dengan membatasi transaksi tunai.
“Pembelian kayu dengan tatap muka harus dihilangkan karena banyak sekali gangguannya,” kata Mustofa.
Saat ini, karyawan Perhutani berjumlah 21.700 orang yang mengelola lahan hutan seluas 2,4 juta hektar di Pulau Jawa. Untuk mendukung transformasi hulu dan hilir, dilakukan perubahan sistem pengembangan sumber daya manusia dan spesialisasi. Perubahan ini termasuk golden shake hand bagi 217 karyawan divisi industri kayu.
“Migrasi budaya/etos kerja juga dilakukan di semua lini,” kata Susetiyaningsih. (DMU)
Sumber : Kompas, hal. 22
Tanggal : 30 Maret 2015