SURABAYA – Pemerintah berupaya mengurangi produksi kayu dengan menggenjot hasil hutan nonkayu. Antara lain, getah pinus, minyak kayu putih, madu, kopi, dan pariwisata. Tujuannya, menjaga keseimbangan alam.
Sekretaris Divisi Perum Perhutani Regional Jawa Timur (Jatim) Yahya Amin menyatakan, sejak 2012 produksi kayu dan nonkayu cukup seimbang. Tahun berikutnya, hasil nonkayu mendominasi hingga sekarang. ”Dulu, 70-80 persen disumbang dari kayu. Tapi, sesuai dengan kebijakan direksi, produksi nonkayu harus menyumbang 60-65 persen,” kata Yahya kemarin (11/3).
Salah satu upaya merealisasikan program tersebut adalah memperluas lahan kayu putih sekitar 10 ribu hektare per tahun secara nasional. Saat ini Perhutani memiliki areal lahan kayu putih seluas 30 ribu hektare.
Di Jatim, ada target memperluas areal hingga menjadi 4.000 hektare per tahun. Perluasan lahan dilakukan di Ponorogo, Mojokerto, Tuban, Pasuruan, Nganjuk, dan Madura. Tercatat total luas lahan saat ini mencapai 10 ribu hektare dengan jumlah produksi 18.538 ton.
Bukan hanya itu, lanjut Amin, Perhutani juga akan mengelolah getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin agar nilai jualnya semakin tinggi. Bahan baku tersebut berguna untuk kosmetik, cat, obat-obatan, makanan, dan lainnya.
Sepanjang 2014, Perhutani Jatim memproduksi 425.000 meter kubik kayu. Realisasi itu melampaui target 399.000 meter kubik. Namun, pada 2015 Perhutani justru menurunkan target produksi kayu menjadi 400.000 meter kubik. ”Pencapaiannya tahun lalu bisa lebih karena faktor bencana alam yang membuat pohon roboh dan kasus pencurian. Sehingga kayunya masuk dalam produksi,” ungkapnya. (ias/c15/agm)
Sumber : Jawa Pos, hal. 6
Tanggal : 12 Maret 2015