Perhutani Memacu Tanaman Biomassa

KORAN KONTAN (10/07/2019) | Perum Perhutani terus berupaya memperbesar portofolio bisnis demi meningkatkanvaluasi perusahaan. Saat ini, perusahaan pelat merah tersebut sedang fokus mengembangkan jenis tanaman biomassa  sebagai sumber pendapatan baru.

Menurut Perum Perhutani, tanaman biomassa lebih cepat dipanen  dan memiliki potensi pasar yang besar. “Kalau saat ini, secara total ada gap antara pasokan dan  permintaan biomassa hampir US$ 17 juta,” njar Denaldy Mulino Mauna, Direktur Utama Perhutani,  Selasa (9/7).

Sebagai gambaran, Perhutani biasa memanen jati setelah 60 tahun-80 tahun ditanam. Sebaliknya, mereka bisa memanen tanaman biomassa tiap dua tahun selama daur hidup 15 tahun.  Potensi pendapatan kayu biomassa mencapai Rp 60 juta per hektare (ha). Potensi itu bisa naik menjadi  Rp 180 juta per ha jika diolah menjadi wood pallet.

Dalam lima tahun ke depan, Perhutani berharap  memiliki kluster tanaman biomassa seluas 122.882 ha. Target luas kluster tahun ini 20.000 ha. Kalau  rencana berjalan mulus, mereka memperkirakan total kluster itu akan menghasilkan 2 juta woodpallet  atau 3,5 juta ton tanaman biomasa dengan proyeksi kontribusi pendapatan Rp 3,5 triliun.

Target pasar  Perhutani tak cuma pasar dalam negeri tetap juga luar negeri. Perhutani menargetkan pendapatan  ekspor US$ 43 juta pada tahun 2021. Empat taliun setelahnya atau 2025, mereka berharap pendapatan  ekspor naik menjadi US$ 247 juta.

Dalam pengembangan tanaman biomassa, Perhutani melibatkan petani dalam sistem  agroforestri. Jadi, komposisi penanaman lahan terdiri dari  70% tanaman biomassa  dan 30% tanaman pertanian. Tahun ini, penyediaan lahan melalui sistem agroforestri akan mencapai  6.000 ha. Perhutani bakal memberikan bagi hasil produksi atas partisipasi petani dan Lembaga  Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

Sementara sepanjang tahun ini, Perhutani mengejar pertumbuhan   pendapatan 8%-9% year on year (yoy). Tahun lalu, perusahaan tersebut mencatatkan kenaikan pendapatan 20,99% yoy menjadi Rp 4,38 triliun. Sementara laba bersihnya naik 49,42% yoy menjadi Rp  653,98 miliar. Asal tahu, sejauh ini penjualan gondorukem dan terpentin merupakan tulang punggung utama Perhutani dengan kontribusi 49%. Gondorukem adalah olahan getah hasil sadapan pada batang pinus. Hasil destilasinya berupa terpentin. Menyusul penjualan kayu jati pada posisi kedua dengan kontribusi 39%.

Selain bisnis tanaman, Perhutani mengantongi pendapatan dari sejumlah destinasi wisata alam berupa eco park. Mereka berniat menambah eco park di Jawa Baiat. “Perkiraan investasi  miliaran dollar AS, nanti akan pakai lahan Perhutani,” tutur Denaldy.

Sumber : Koran Kontan, hal 15

Tanggal : 10 Juli 2019