Perhutani Menjadi Induk BUMN Kehutanan

Metrotvnews, Jakarta – Perum (Perusahaan Umum) Perhutani membawahi PT Inhutani I hingga V dalam pembentukan perusahaan induk (holding company) bidang kehutanan.

Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto mengatakan pihaknya menyelesaikan kajian penggabungan BUMN pada sektor kehutanan.

“Sekarang ‘bola’ berada di Kementerian Keuangan untuk merger BUMN kehutanan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (9/10).

Menurutnya, Perhutani maupun Inhutani akan menjalankan operasional perusahaan masing-masing pascapenggabungan BUMN sektor kehutanan. “Hanya pengelompokan keuangan yang menjadi satu,” jelas Bambang.

Adapun Perhutani membukukan pendapatan pada periode Januari-Agustus 2013 sebesar Rp2,37 triliun. Pendapatan tersebut dari hasil penjualan kayu bundar dalam negeri Rp 1,13 triliun, penjualan kayu olahan di dalam negeri Rp54,69 miliar, ekspor industri kayu dari finished product Rp84,72 Miliar.

Sedangkan pendapatan dari penjualan hasil industri non-kayu sebesar Rp320,02 miliar, ekspor industri non kayu Rp 721,43 miliar dan usaha wisata Rp47,45 miliar. “Hingga akhir tahun, pendapatan Perhutani diproyeksikan mencapai Rp3,9 triliun,” tuturnya.

Hasil evaluasi kinerja sampai semester I 2013, laba bersih Perhutani mencapai Rp465,12 Miliar atau naik 238% dari Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang ditetapkan sebelumnya.

Bambang menuturkan penjualan kayu bundar (kayu logs) berkontribusi bagi pendapatan Perhutani. Kemudian, hasil industri produk olahan dari getah pinus, Gondorukem.

Sampai saat ini, Perhutani merupakan penghasil Gondorukem terbesar di Indonesia. Produk ini adalah bahan baku utama untuk industri minyak, cat, dan tinta mesin cetak (printer).

Ekspor untuk produk Gondorukem ini meningkat 12% dari RKAP.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan Perhutani akan mengoperasikan pabrik Derivatif Gondorukem dan Terpentin di Pemelang, Jawa Tengah di akhir 2013. Dengan kapasitas produksi mencapai 30 ribu ton per tahun. “Hasil produksi akan didistribusikan bagi pasar dalam negeri dan ekspor ke Jepang, Korea, ataupun Eropa,” ucapnya.

Biaya pembangunan pabrik Derivatif Gondorukem dan Terpentin mencapai Rp190 miliar. Pendanaan berasal dari pinjaman Bank Negara Indonesia (BNI) sekitar 70%, dan sisanya dari kas internal.

Operasional pabrik Derivatif Gondorukem dan Terpentin, lanjut Bambang, akan dikelola anak perusahaan Perhutani. “Tahun depan akan terbentuk anak perusahaan yang memfokuskan pada pengolahan Gondorukem,” ungkap Bambang.

Dia mengatakan Perhutani merencanakan anak perusahaan yang mengelola bahan baku Gondorukem akan melaksanakan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) di 2018.

BUMN yang mengelola 2,4 juta hektar hutan di Jawa dan Madura memproduksi bahan baku Gondorukem untuk berkontribusi bagi pendapatan Perhutani. “Selama ini, bisnis sektor hulu Perhutani bertumpu pada hasil hutan kayu, nantinya akan beralih pada getah pinus,” terangnya.

Bambang menambahkan realisasi investasi sampai semester pertama tahun 2013 sebesar Rp36,65 miliar. Investasi lebih banyak untuk mendukung industri, seperti wana wisata, pabrik penyulingan minyak kayu putih (PMKP), jaringan listrik dan pelengkap pabrik Derivat Gondorukem & Terpentine (PDGT) di Pemalang, Jawa Tengah. (Wibowo)

Editor: Asnawi Khaddaf
Metronews Online | 09 Oktober 2013 | 15.54 WIB

Share:
[addtoany]