Radar Pekalongan – Perum Perhutani KPH Kendal menyatakan dukungannya terhadap upaya Bupati Yoyok Riyo Sudibyo mengembalikan fungsi kawasan hutan di petak 78 Desa Jentolsari, Kecamatan Gringsing, yang sejauh ini disalahgunakan untuk aktivitas warung remang-remang. Namun demikian, Perhutani sepertinya enggan menuntaskan permasalahan itu sendirian, sehingga mengajak stakeholder terkait untuk menyelesaikannya bersama.
Sikap Perhutani itu menjawab surat permohonan Bupati, 20 November lalu, untuk mengembalikan kawasan hutan di petak 78 RPH/ BKPH Plelen itu ke fungsi semula. Kepala Satpol PP Batang, Ulul Azmi AP MM, mengatakan, Perhutani telah secara resmi memberikan surat jawaban atas permohonan Bupati tersebut.
“Kami juga mendapatkan surat tembusannya, beberapa waktu lalu. Prinsipnya Perhutani siap untuk menertibkan secara tuntas aktivitas warung remang-remang yang beroperasi kawasan lahan milik Perhutani, yakni di petak 78 Desa Surodadi, Kecamatan Gringsing,” kata Ulul, baru-baru ini.
Meski begitu, lanjut Ulul, Perhutani sepertinya menyadari kompleksitas permasalahan Jentolsari. Karena itu, meski sebagai pemilik lahan, perusahaan plat merah itu menganggap penyelesaian Jentolsari tak bisa untuk dilakukan sendiri, tetapi harus melibatkan parapihak terkait.
“Dalam surat jawaban itu, Perhutani menyatakan sangat membutuhkan dukungan para stakeholder terkait. Sebagai pemilik lahan,mereka juga sangat mendukung upaya Bupati dan Pemkab Batang untuk menertibkan warung remang-remang Jentolsari secara tuntas, sehingga fungsi kawasan hutan dapat dikembalikan sebagaimana mestinya,” terang Ulul.
Permasalahan warung-warung di Jentolsari sendiri telah berlangsung lama dan melalui dinamika proses penanganan yang panjang. Upaya penertiban untuk mengembalikan bentukdan fungsi warung pun telah dilakukan sejak sekitar 10 tahun ke belakang.
Operasi terakhir digelar Satpol PP Batang bersama personel gabungan dari Polres, Kodim, Polhut, Satpol PP Provinsi, dan lainnya pada 2 dan 9 November total telah menertibkan 95 warung.
Warung-warung yang disalahgunakan untuk praktek prostitusi terselubung itu-pun ditertibkan dengan mengembalikan bentukdan ukurannya, yakni bangunan 4×6 meter terbuka dan tanpa kamar. Peruntukannya pun tak lebih sebagai rest area, (sef)
Sumber : Radar Pekalongan, hal. 11
Tanggal : 28 Desember 2015