Perhutani, Produsen Kayu Jati Terbesar Dunia Ajak Konsumen Peduli Kelestarian Hutan

Dok.Kom-PHT/ Kanpus ©2017

JAKARTA, PERHUTANI (25/9/2017) | Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M Mauna pada acara Indonesia FSC Week 2017 di Jakarta mengajak konsumen kayu dan masyarakat untuk peduli kelestarian hutan dengan menggunakan produk-produk berbahan baku berasal dari hutan yang dikelola perusahaan secara bertanggung jawab terhadap lingkungan, Senin (25/9).

Menurut Denaldy M Mauna, konsumen saat ini tidak lagi hanya melihat harga sebagai faktor penentu pemilihan produk, melainkan juga kepercayaan terhadap perusahaan yang bereputasi ramah lingkungan dan memiliki komitmen sosial. Konsumen bisa menerapkan wawasan ramah lingkungan di setiap tindakan konsumsinya. Untuk itu penting bagi Perhutani terus mendorong perilaku green consumer bisa semakin meluas. Perusahaan-perusahaan kehutanan di Eropa, USA bahkan Afrika Selatan penghasil produk kayu dan kertas telah melakukan hal ini. Sebagai produsen kita berperan memberi edukasi dan mengajak masyarakat global ambil bagian dalam pelestarian lingkungan, khususnya hutan.

Berdasarkan hasil survei Nielsen tahun 2015 menunjukkan bahwa 66% responden global bersedia membayar lebih untuk produk dan layanan yang berasal dari perusahaan yang berkomitmen terhadap sosial dan lingkungan yang positif, naik dari 55% pada tahun 2014, termasuk responden generasi Z (15-20 tahun) kenaikan menjadi 72% dibanding tahun 2014 sebesar 55%.

“Siapapun bisa ikut serta melestarikan hutan. Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah menggunakan produk-produk yang jelas berasal dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan dan memberi manfaat sosial bagi masyarakat. Informasi untuk menengarai produk ramah lingkungan sudah banyak di pasaran” kata Denaldy.

Pengelolaan hutan Perhutani telah menerapkan sepuluh prinsip Sustainable Forest Management mengacu standar internasional Forest Stewardship Council (FSC).  Bahkan pada tahun 1990, Perhutani merupakan perusahaan kehutanan pertama di dunia yang mendapat sertifikat Internasional “Sustainable Forest Management” dari Smartwood Rain Forest Allience, lembaga sertifikasi kehutanan dari Amerika Serikat.  Meskipun sertifikat pernah ditangguhkan pada awal reformasi tahun 1998 karena kasus penjarahan hutan, namun Perhutani mampu melakukan perbaikan berkelanjutan sehingga meraih kembali sertifikat FSC pada 2011.

Dok.Kom-PHT/ Kanpus ©2017

Hasil studi komprehensif FSC tahun 2015 menunjukkan bahwa sekitar 300 juta m3 kayu bersertifikasi FSC-FM/CoC dipanen setiap tahun.  Sampai dengan September 2017, terdapat 197.817.395 Ha hutan bersertifikat FSC-FM/CoC di 84 Negara di dunia termasuk Indonesia.

Di Indonesia, terdapat 38 perusahaan pengelola hutan atau Forest Management (FM) memperoleh sertifikat FSC FM/CoC, dengan total hutan seluas 3.075.701 Ha, termasuk wilayah hutan Perhutani di pulau Jawa seluas 276.864 Ha.

Unit manajemen pengelolaan Perhutani yang bersertifikat FSC FM/CoC adalah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu, KPH Randublatung, KPH Ciamis, KPH Kebonharjo, KPH Kendal, KPH Madiun, KPH Banyuwangi Utara, KPH Banten dengan skema sertifikat multisite bernomor  SGS-FM/CoC-010716 berlaku hingga tahun 2021.

Selain itu, seluruh wilayah pengelolaan hutan Perhutani di 57 KPH juga telah lolos verifikasi standar FSC Controlled Wood sejak 2014 dengan nomor verifikasi SGS CW/FM-010314. FSC Controlled Wood ini menunjukkan bahwa kayu-kayu yang diproduksi dari hutan Perhutani tidak illegal; tidak melanggar hak-hak sipil dan hak-hak tradisional; tidak merusak kawasan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Area); tidak melakukan konversi hutan alam (primer/ skunder); dan tidak mengelola hutan dengan tanaman transgenic atau tanaman yang dihasilkan dari persilangan genetik atau modifikasi genetik. Juga Perhutani bermitra dengan masyarakat sekitar hutan, dan mereka mendapatkan bagi hasil produksi karena peran mereka dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

Total produksi kayu Perhutani yang bersertifikat FSC FM/CoC tahun 2016 mencapai 120 ribu m terdiri dari kayu jati 100 ribu m3 dan kayu rimba 20 ribu m3 , sedangkan sampai Agustus 2017, Perhutani menghasilkan kayu bersertifikat sebanyak 101 ribu m3 terdiri dari kayu Jati 91 ribu m3 dan kayu rimba seperti Mahoni, Sonokeling, Johar, Akasia, Trembesi, Sengon, Gmelina sebanyak 10 ribu m3.  Seluruh kayu-kayu Perhutani tersebut dalam bentuk kayu bundar atau LOG tersebut dijual melalui sistem online di tokoperhutani.com.

“Melalui kegiatan Indonesia FSC Week 2017 ini, Perhutani mengajak konsumen, masyarakat juga generasi muda untuk peduli pada kelestarian sumberdaya hutan, mulai dari kesadaran memilih produk-produk ramah lingkungan. Semua bisa dimulai dari diri sendiri atau dari rumah. Sebagai produsen kayu jati terbesar di dunia, kami berkomitmen untuk senantiasa mengelola hutan secara lestari dengan menerapkan kelestarian produksi, kelestarian lingkungan dan sosial. Kami memproduksi bahan baku yang sumbernya dijamin memenuhi standar sustainable forest management untuk melayani konsumen yang semakin sadar akan pentingnya kelestarian lingkungan,” kata Direktur Keuangan Perhutani Sugiarti yang hadir pada acara Indonesia FSC Week 2017 di Ritz Carlton Jakarta. (KOM-PHT/PR/2017-IX-47)