Perjalanan Pagilaran, Kebun Teh Indonesia yang Terkenal di Mancanegara

KOMPAS.COM (4/5/2018) | Indonesia terkenal di luar negeri tidak hanya dari kopinya, tetapi juga tehnya yang mendunia. Di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, ada agrowisata teh yang terkenal di banyak negara karena kualitas tehnya yang premium. Ialah Kebun Teh Pagilaran, yang setiap tahunnya menghasilkan tidak kurang 8.000 ton teh, dan 80 persennya diekspor ke lebih dari delapan negara dunia, di Asia, Eropa, dan Amerika. Dengan luas 1.130 hektare, Kebun Teh Pagilaran berada di atas ketinggian 600-1.600 meter di atas permukaan laut. Kebun terbagi jadi tiga zona berdasarkan ketinggian dan jenis tehnya.

Tenyata, kebun perhutani yang dikelola Universitas Gajah Mada (UGM) ini dahulunya merupakan perkebunan milik Belanda di era kolonial. “Dahulu Belanda nyoba-nyoba dulu tanaman apa yang cocok di sini. Ternyata dari teh, kina, cengkeh, dan kopi, paling cocok ditanami teh. Jadilah 90 persen ditanami teh,” ujar Rahmat Gunadi, Direktur Utama Pagilaran, saat dikunjungi KompasTravel, Kamis (3/5/2018).

Ia menjelaskan, saat itu pemerintah Hindia Belanda yang berpusat di Semarang, mengembangkan lahan ini dengan membuat pabrik dan infrastruktur di Pagilaran.

Kebakaran besar pernah terjadi di pabrik ini pada 1890 yang membuat produksi terhenti dan terbengkalai, infrastruktur pun ikut rusak kala itu. “Tapi terus datanglah Inggris di 1920 dan membeli pabrik dalam kondisi rusak, dibangun lagi dan difungsikan lagi infrastrukturnya,” jelas Rahmat. Salah satu infrastruktur unik, yang dibangun Inggris kala itu ialah kereta gantung untuk mengangkut teh dari bukit-bukit langsung ke pabrik. Inggris juga mengganti beberapa mesin produksi, salah satunya membuat mesin pembangkit listrik tenaga air, yang masih ada wujudnya sampai sekarang. Setelah kian berkembang, pabrik ini sempat digabungkan dengan pabrik teh Ciasemland di Pamanukan, Jawa Barat. Tetapi, tidak lama Jepang datang menjajah, dan menjarah kebun ini, bersamaan dengan kalahnya tentara sekutu.

“Jepang bukannya mengembagkan pabrik malah menjarah, mengganti perkebunan teh dengan tanaman ketela, umbi-umbian, dan jagung,” tuturnya. Karena saat itu Jepang tidak butuh teh, tapi butuh suplai makanan untuk para tentaranya. Tidak lama setelah Hirosima dan Nagasaki dibom oleh Amerika dan Jepang kalah perang, Inggris pun kembali mengambil alih pabrik ini di 1945. “Inggris memulai kembali pembenahan dan pembangunan aset-aset pabrik. Mulai infrastruktur, alat produksi, rumah-rumah dibenahi,” ungkap Rahmat. Setelah Indonesia merdeka dan berdaulat pada 1964, lewat Menteri Pertanian Indonesia kala itu M Toyib, Pagilaran diserahkan untuk dirawat oleh Fakultas Pertanian UGM, melalui Prof Yuso. Pada 2008, Pagilaran pun jadi pengekspor teh kedua terbesar dari Indonesia hingga kini. Sejak Oktober 2016, Pagilaran resmi dikelola oleh UGM secara penuh, bukan hanya Fakultas Pertanian saja, sebagai Hak Guna Usaha lahan Perhutani.

Kini Kebun Teh Pagilaran memiliki beberapa pabrik, mulai dari teh hitam di Batang dan Pekalongan, teh hijau di Banjarnegara, teh merah di Kulonprogo, juga ada pabrik cokelat di Batang. Pabrik di kebun Pagilaran ini kini mengirim teh hitam yang diproses secara ortodoks dan teh hijau kualitas premium ke Amerika, Inggris, Rusia, Australia, Jepang, dan berbagai negara ASEAN. Kini Pagilaran sedang giat membangun wisata agronya, dengan atraksi wisata berkeliling kebun dan pabrik teh, tea tasting, wisata kuliner seputar teh, homestay, dan ragam sajian budaya lokalnya.

Sumber : kompas.com

Tanggal : 4 Mei 2018