KOMPAS (5/1/2017) | Lahan kopi rakyat di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, tahun ini diperluas 10.000 hektar mengikuti tingginya permintaan pasar luar negeri akan kopi dari Bondowoso. Perluasan itu menggunakan lahan millik Perum Perhutani di kawasan hutan produksi bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Bondowoso. Targetnya, produksi kopi bisa meningkat lima tahun ke depan.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso Muhammad Erfan mengatakan, pasar kopi di luar negeri tak terbatas. Selama ini mereka menyerap berapa pun produksi kopi Bondowoso yang layak ekspor. “Bondowoso baru bisa mengisi 2500 ton kopi bentuk green bean tahun lalu,” kata Erfan seusai Sarasehan Petani Kopi bertema Pengelolaan Kopi Hutan. Rabu (4/1), di Bondowoso.
Bupati Bondowoso Amir Said Husni mengatakan, perluasan lahan itu akan menggunakan konsep ramah lingkungan dan keberlanjutan. Artinya, tidak merusak hutan. Praktik itulah yang dilakukan pemkab lima tahun terakhir. Pelatihan pengolahan kopi juga akan ditingkatkan agar mutu kopi rakyat tetap terjaga.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso, dari luas perkebunan kopi rakyat di Bondowoso laooo hektar, baru 4.000 hektar yang produktif. “Sisanya baru bisa berproduksi tahun ini, tahun depan, dan tahun-tahun mendatang,” kata Erfan.
Peneliti sekaligus pakar kopi Indonesia, Surip Mawardi, dalam acara itu mengatakan, perluasan lahan perlu dilakukan karena permintaan kopi global akan terus meningkat seiring dengan kebutuhan dunia. Dia mengatakan, kopi yang dikembangkan dalam hutan produksi menjadi altenatif terbaik karena bisa menggerakkan ekonomi rakyat
Di Bali, petani kopi Kintamani yang tergabung dalam Koperasi Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Bali mulai memvariasikan kemasan kopi Kemasan dibuat beragam bentuk, ukuran, dan aneka rasa. Ini dilakukan agar petani tak hanya mengandalkan penjualan kopi bijian ke pasar. Selain itu, petani ingin bersaing dengan kopi kemasan produksi pabrik.
“Inovasi terus dikembangkan mulai tahun 2016. Tahun ini, produk kemasan ini dicoba untuk bisa masuk ke toko modem,” kata I Ketut Putra Wijaya, petani Kintamani yang juga anggota Koperasi MPIG Bali. Koperasi MPIG beranggotakan 64 subak.
Wijaya mengatakan, dirinya mengemas kopi bubuk mulai dari kemasan 10 gram hingga 100 gram. Ragam rasa yang ditawarkan antara lain Kintamani Arabika Premium, Kintamani Natural, Kintamani Madu, Kintamani Luwak, dengan harga Rp 7.000 – Rp 100.000 per kemasan.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Bali, potensi kopi bubuk Bali arabika dan robusta sekitar 13.800 ton per tahun. Luas kebun kopi 36.538 hektar, antara lain di Kintamani (Bangli), Pupuan (Tabanan), Petang (Badung), Sukasada (Buleleng). Pada 2008, kopi Kintamani mendapatkan pengakuan indikasi geografis (IG). Kopi ini diekspor ke Eropa dan Australia melalui kontrak dengan PT Taman Delta Indonesia, Semarang (Jawa Tengah), sejak 2012. Koperasi MPIG Bali memasok 200 ton per tahun. (MT/AYS)
Sumber: Kompas, hal. 20
Tanggal: 5 Januari 2017