Perum Perhutani Strategi Menjadi Pemain Dunia

Sebagai penanda hilirisasi produk, ada empat pabrik derivate gondorukem dan terpenting dibangun. Satu-satunya yang terpadu di Indonesia dan yang terbesar di Asia Tenggara. Langkah awal menjadi pemain penting di bisnis pine chemical dunia.
Setelah dilakukan ground breaking pada akhir desember 2011 di kantor Kementerian BUMN, Pabrik Perhutani Pine Chimical Indusrtry (PPCI) di Pemalang, Jawa Tengah mulai beroperasi. Bertepatan dengan rangkaian peringatan hari jadi Perum tersebut yang ke-53, medio April silam Perhutani melakukan ekspor perdanan 13, 6 ton alphapinene dengan kualitas kemurnian 97,5% ke India. Pemecahan kendi, sebagai lambang dimulainya ekspor pada truk kontainer dilakukan oleh Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto disaksikan seluruh jajaran direksi BUMN yang bergerak dalam bidang pengelolaan hutan tersebut.
“Tahap awal, ekspor produk ini baru ke India, ke depan bisa ke Jepang, Cina dan negara-negara Eropa, karena jenis produknya banyak ” kata Bambang saat meninjau pabrik derivat dan terpentin tersebut. Di lokasi seluas 6,3 hektar dengan bangunan 2,5 hektar ini, jelas Bambang, terdapat empat pabrik yaitu Pabrik gondorukem terpentin, pabrik fraksinasi terpentin (PFT), pabrik gliserol resin ester (PGRE), dan pabrik terpineol pinene (PTP).
PFT menggunakan teknologi yang dikembangkan di perusahaan Swaiss yaitu sulzer sedangkan kolom fraksinasinya (vessel) dirancang oleh PT Pasadena Engineering Indonesia dan dibuat oleh PT Pupuk Kujang bersama PT Weltes. Tujuan utama dari pabrik ini untuk memisahkan atau memurnikan komponen minyak yang ada di dalam terpentin.
PGRE bertujuan memproduksi gliserol rosin ester yang angka asamnya rendah. Gliserol rosin ester dalam dunia industri digunakan untuk adhesive, ink, dan industri pangan. Dalam proses produksi,
PGRE menerapkan teori esterrifikasi yang ditemukan oleh Hermand Emile Fischer dari Jerman pada tahun 1895, berupa reaksi asam (gondorukem) dengan alkohol (gliserin) yang menghasilkan ester. Teori tersebut dikembangkan dan diaplikasi dalam pabrik ini oleh tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan PT Pasadena Engineering Indonesia.
PTP memproduksi turunan alphapinene menjadi alkohol alphapinene (terpineol). Cara pembuatannya, alphapinene direaksikan dengan bantuan katalis yang bersifat asam. Proses reaksinya dibuat dengan dua tahap yaitu relsi hidrasi dengan produk terpin hidrat dan selanjutnya terpin hidrat tersebut didehidreasi menjadi terpineol. Produk ini adalah bahan baku industri fragrance, antiseptic, dan bahan penolong industri tambang terutama emas.
Pabrik yang menelan investasi sebesar Rp 208,7 miliar ini, dalam pembangunannya mengunakan 80% produk lokal dan sisanya sebanyak 20% menggunakan produk dari luar negeri. Kandungan yang berasal dari luar negeri itu berupa Nitrogen Plant yang di impor dari Korea, Electro motor dab pompa yang didatangkan dari Jepang, Italia dan Denmark.
Selain itu ada juga Progamable logic controler yang didatangkan dari Prancis, mesin reverse osmosis dari Taiwan, electrical dari Schneider, Jerman serta Kolom dan packing distilasi yang menggunakan teknologi Swiss yang dibuat di Siangpura oleh Sulzer.
Pabrik derivat terpadu satu-satunya di Idonesia dan terbesar di Asia Tenggara ini mempunyai kapasitas bahan baku feed stock 24.500 ton/tahun getah pinus. Kapasitas terpasang gondorukem (gumrosin) 17.150 ton/tahun, terpentin 3.675 ton/tahun, alphapinene 6.000 ton/tahun, betapinene 112,5 ton/ tahun, gliserol rosin ester 18.000 ton/tahun, serta terpineol 1.800 ton/tahun.
Kebutuhan alphapinene dan Bethapinene di dunia mencapai 600 ribu ton/tahun, sementara di dalam negeri kebutuhannya menccapai 19 ribu ton/ tahun. Dengan baku pinus yang ada, dengan pengelolaan sampai derivatnya Perhutani ke depan diharapkan bisa menjadi pelaku binis industri pine chemical penting di dunia. “Oleh karena itu, PPCI ini diharapkan bisa berproduksi sesuai dengan kapasitas terpasang sehingga nilai tambahnya maksimal. Perhutani baru menembus 10% sebagai produsen derivat dan terpentin di dunia, Cina sudah mencapai 70% dan Brazil 11%,” ungkap Bambang.
Saat ini Luas hutan yang dikelola Perhutani di Jawa 2.4 juta Ha, terdiri dari hutan jati 1.261.465,81 Ha (52 persen), hutan pinus 876.992,66 Ha (36 persen) dan sisanya Damar, Mahoni, Akacia, Sengon, Kesambi. Pohon pinus yang disadap menghasilkan getah pinus. Getah pinus inilah yang diolah melalui proses melting, scrubber dan pemasakan sehingga menghasilkan gondorukem atau gumrosin dan terpentin.
Pabrik yang akan diresmikan pada awal Juni ini, menjadi penanda awal dari langkah perhutani melakukan hilirasi industri. Sebagai penghasil getah pinus terbesar biasanya perusahaan hanya mengekspor gondorukem tapi sekarang diolah terlebih dahulu. “Memang sekarang susah saatnya tidak hanya mengekspor gondurukem lagi dan sesuai misi perusahaan yang bergerak ke hilir dengan meningkatkan kontribusi pendapatan non kayu dan sejalan dengan program pemerintah untuk memberikan nilai tambah dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi maka kita laksanakan proyek ini,” ungkap Bambang. “Diharapkan pabrik ini bisa memberikan kontribusi 30% pendapatan dari sektor non kayu.”
Sumber  :  BUMN Track, Hal 150
Tanggal  :  12 juni 2014

Share:
[addtoany]