Peta Pemanfaatan Hutan Rampung

JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan (Kemenhut) telah menetapkan hasil revisi IV atas Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain.

PIPPIB dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 2796/MenhutVII/IPSDH/2013 tertanggal 16 Mei 2013. Peta pemanfaatan hutan tersebut merupakan tindak lanjut dari diterbitkannya Instruksi Presiden RI Nomor 6 Tahun 2013 tanggal 13 Mei 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut sebagai kelanjutan dari Inpres Nomor 10 Tahun 2011.

Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kemenhut Sumarto menjelaskan, PIPPIB adalah peta pemanfaatan hutan yang direvisi setiap enam bulan sekali. Revisi dilakukan melalui pembahasan tim teknis gabungan pembuatan PIPPIB yang beranggotakan Kemenhut, Kementerian Pertanian, BPN, Bakosurtanal, UKP4, serta masukan dari para pihak terkait lainnya.

Menurut Sumarto, luas areal penundaan barn revisi IV menjadi sebesar 64.677.030 hektare atau berkurang sebesar 119.208 ha dari revisi III karena adanya pengurangan dari hasil survei lahan gambut, hasil survei hutan primer, pemutakhiran data hasil tata ruang, konfirmasi Bupati, dan pemegang izin lokasi yang terbit sebelum Inpres 6/2013.

“Serta ada juga penambahan areal penundaan izin baru karena adanya izin pemanfaatan hutan yang telah habis masa berlakunya maupun adanya pemutakhiran data bidang tanah,” kata Sumarto dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (28/5).

Dengan diterbitkannya SK peta pemanfaatan hutan, Sumarto menegaskan, maka para gubernur dan bupati/wali kota wajib berpedoman pada lampiran PIPPIB Revisi IV dalam menerbitkan rekomendasi dan penerbitan izin lokasi baru.

Buka pasar

Sementara itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perhutani menjajaki pasar produk kayu dan nonkayu ke Eropa Timur. Upaya itu dilakukan melalui pameran dagang yang diselenggarakan Kedutaan Besar RI di Ukraina.

Dalam pameran itu, Perhutani menawarkan produk garden furniture, flooring, gum rosin, terpentin, dan destinasi ekowisata Perhutani yang cantik. Pameran yang dibuka oleh Dubes RI untuk Ukraina Niniek Kun Naryatie merupakan wahana pertama kalinya bagi Indonesia untuk menawarkan produk hutan ke negaranegara di Eropa Timur.

Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto mengatakan, keikutsertaan dalam misi dagang tersebut memang bertujuan untuk membuka pasar Eropa Timur. Selain itu, Perhutani ingin meningkatkan nilai ekspor industri hilir yang sedang dikuatkan, seperti industri derivatif gondurukem di samping industri plywood berbahan baku kayu sengon.

Menurut Bambang, sejak tahun lalu Perhutani sudah masuk pasar Cina untuk pasar teak flooring. Kini, pesanannya mencapai 500 kontainer setahun.

“Nah, target menembus pasar Eropa Timur melalui Ukraina ini akan dijadikan tolok ukur pemasaran industri kayu di luar pasar Asia Tenggara dan Eropa Barat,” kata Bambang di Kiev, Ukraina, Selasa (28/5).

Dia melanjutkan, bahan baku kayu jati belum ada saingan untuk pasar Ukraina sehingga potensial meningkatkan nilai ekspor Perhutani. Selama ini, pasar industri kayu Perhutani, seperti produk vinir, hanya diekspor ke Malaysia, Korea, Cina, dan Italia.

Kendati secara kuantitas terus meningkat dari 212.628 meter kubik pada 2009 menjadi 510.525 meter kubik pada 2011, namun nilai ekspor harus terus ditingkatkan. Rencananya, tahun 2012 ekspor Vinir mencapai 561.580 meter kubik dan 747.464 meter kubik pada 2015.

Sedangkan, untuk produk lantai kayu atau flooring, Perhutani mematok rencana 1.161 meter kubik pada 2012 dengan negara tujuan Asia, seperti Cina, Jepang, Taiwan, Singapura, Italia, dan Polandia. Selama ini, negaranegara tersebut sudah membeli dari Perhutani yang sebelumnya hanya 1.056 meter saja.

Target pasar pada akhir 2015 diperkirakan 1.546 meter kubik lantai kayu dan akan terserap pasar Asia dan Eropa Timm Nilai ekspor produk kayu olahan Perhutani mencapai 3.742.227 dolar AS pada 2009 dan turun sampai 2.719.739 dolar AS pada 2011.
? ed: eh ismai

Sumber  : Republika hal. 16

Tanggal  : 29 Mei 2013

Share:
[addtoany]