Petambang Dibatasi

Aktivitas penambangan emas tradisional tanpa izin di Banyuwangi, Jawa Timur, akan dibatasi secara ketat. Pembatasan ini terkait dengan kian banyaknya petambang liar yang beroperasi di hutan lindung Tumpang Pitu.

Kepala Kepolisian Resor (Polres) Banyuwangi Ajun Komisaris Besar Nanang Masbudi, Kamis (7/3), mengatakan, petambang ilegal saat ini sekitar 1.000 orang. Mereka umumnya datang dari Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, hingga Sulawesi Tenggara.

Di sisi lain, para petambang ilegal ini juga tidak bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Mereka hanya menggali, tetapi tak mereklamasi. Padahal, hutan Tumpang Pitu adalah kawasan hutan lindung. Itu belum termasuk bahaya pencemaran merkuri yang digunakan untuk mengolah emas.

Untuk pembatasan, Polres dan Pemkab Banyuwangi serta Perum Perhutani akan merazia petambang dari luar Banyuwangi dan membuat sistem kluster bagi petambang lokal.

”Petambang dari luar kota langsung diusir. Jika tertangkap menambang, kami pidanakan. Bagi petambang lokal, area pertambangan akan dibatasi, hanya di dua kluster saja seluas 4 hektar. Jadi tak boleh sembarangan menambang,” kata Nanang.

Kepala Bidang Pertambangan Dinas Pertambangan Kabupaten Banyuwangi Budi Wahono menyatakan, seharusnya petambang ilegal tak boleh beroperasi. Untuk menghindari konflik sosial dan ekonomi, Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Banyuwangi akhirnya menempuh jalur tengah, yakni membatasi ruang gerak dan jumlah petambang.

Jika kluster pertambangan telah disepakati Muspika, para petambang lokal hanya diizinkan menambang di kluster tersebut. Saat emas di kluster itu habis, petambang harus menyetop pekerjaannya. Polres Banyuwangi pernah memulangkan ribuan petambang ilegal dari luar kota, tetapi mereka datang menambang lagi. (nit)

Kompas hal. 22 :: Jumat, 08 Maret 2013

Share:
[addtoany]