Rantai Distribusi Jagung Dipangkas

BISNIS INDONESIA, JAKARTA (20/9/2016) | Pemerintah memotong peranpedagang perantara dalam rantai distribusijagung dengan melibatkan pelaku industripakan ternak dari perencanaan tanam hinggapenyerapan panen. Guna mewujudkan hal itu, Kementerian Pertanian telah menandatangani nota kesepaham­an dengan 41 perusahaan anggota Cabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) dan 29 dinas per­tanian provinsi.Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menuturkan, kolaborasi itu membuat rantai pasok jagung dari petani hingga pengusaha ter­pangkas. Perusahaan akan dise­bar ke seluruh sentra penghasil jagung agar serapan bisa lebih pasti dan harga beli tidak jatuh.

“Kami dan GPMT sepakat mem­bagi wilayah untuk 41 perusaha­an. Kalau misalnya ada satu peru­sahaan butuh 200.000 ton jagung per tahun berarti butuh 50.000 ha lahan. Kami akan tentukan nanti dia masuk di kabupaten, provinsi mana,” katanya usai penandata­nganan nota kesepahaman pasok­an jagung oleh Kementan, GPMT, dan dinas pertanian se-Indonesia, Senin (19/9).

Amran menyebutkan, perusa­haan pakan akan dilibatkan sejak dari perencanaan pembukaan lahan dan penyaluran benih. Setiap usulan calon petani dan calon lokasi (CPCL) dari dinaspertanian kepada Kementan akan sepengetahuan GPMT. Dengan demikian, tidak ada celah bagi timbulnya kelangkaan pasokan atau jatuhnya harga beli di tingkat petani.

“Kalau biasanya orang-orang di tengah [pedagang perantara] yang memainkan harga kini tidak ada lagi. Kami membangun sistem dan ini merupakan solusi perma­nen untuk jagung sebagai pakan ternak,” kata pemilik Grup Tiran tersebut.

Kementerian Pertanian menyi­apkan anggaran Rp3 triliun dari kuartal IV/2016 hingga tahun depan untuk meningkatkan pro­duksi jagung. Dana itu akan dialo­kasikan untuk pengadaan benih, pupuk, alat dan mesin pertanian, pembangunan irigasi, dan pen­dampingan petani jagung.

PERKUAT KOORDINASI
Di tempat yang sama, Pelaksana Harian Ketua GPMT Desianto B. Utomo mengatakan, asosiasi akan secepatnya mengatur penyebar­an anggota yang akan menye-dieksekusi di lapangan dengan optimal dalam jangka waktu seta­hun. Produksi, menurut dia, bisa dipacu karena pemerintah menyi­apkan 1 juta ha lahan jagung hingga 2017. Lahan itu berasal baik dari lahan tidur maupun area perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri, hingga konsesi Perum Perhutani.

“Petani akan terus menanam karena dengan harga patokan [jagung] Rp3.150 per kilogram sudah menguntungkan,” katanya.

Bila berhasil, Amran berpenda­pat kelak tidak ada lagi justifikasi perusahaan pakan untuk meminta kuota impor jagung. Bahkan, dia mengklaim, sebelum kerja sama itu dijalankan pun impor jagung per Agustus 2016 baru mencapai 800.000 ton.

Padahal, pada periode yang sama tahun lalu mencapai 2.5 juta ton sehingga realiasi tahun ini sudah terpangkas 60%. “Insya Allah paling lambat pada 2018 In­donesia tidak lagi impor jagung. Kalau bisa lebih cepat lebih ba­gus,” katanya. Brap jagung ke berbagai daerah. GPMT membutuhkan 800.000 ton jagung per bulan untuk dipasok ke 72 pabrik pakan ternak milik anggotanya.

“Kini kami dilibatkan sejak awal. Ini akan memberkuat koor­dinasi. Yang jelas ini akan mem­perpendek rantai pasok,” ujarnya.

Kendati demikian, Desianto mewanti-wanti bahwa kesuksesan kerja sama ini akan sangat ditentukan oleh dinas pertanian. Pasalnya, dinas pertanian terse­but menjadi ujung tombak dalam penyaluran benih dan pupuk dan memiliki akses kepada gabungan kelompok tani (gapoktan) sebagai pemasok jagung.

Pada tahap awal, kolaborasi ini akan dilakukan di Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat yang tengah memasuki masa panen. Walau demikian, Desianto belum berani memprediksi berapa potensi kenaikan volume produksi jagung yang bisa diserap.

Tanggal : 20 September 2016
Sumber : Bisnis Indonesia

Share:
[addtoany]