Selamatkan Sumber Air Bandung Raya

Kawasan utara Bandung diketahui memiliki sumber daya alam dan keindahan alam yang sangat besar, yang membuat banyak orang tertarik dan memanfaatkan bagi berbagai aspek.

Aspek kelestarian alam setempat diketahui menjadi andalan kehidupan dari berbagai sektor menyangkut hajat hidup orang banyak.

Adalah fenomena jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat ke kawasan Bandung utara, dengan andalan daya tarik kawasan pertanian. Situasi ini memunculkan pula pergeseran situasi bagi masyarakat setempat, terutama dari sektor pertanian yang selama ini menjadi penggerak utama perekonomian masyarakat lokal.

Berkembangnya pariwisata memang ibaratnya mata uang koin memunculkan dua sisi berlainan, baik dari aspek ekonomi namun di lain pihak memunculkan perubahan aspek kehidupan. Para warga lokal umumnya tak ingin berkembangnya pariwisata berdampak kurang baik bagi kultur dan kehidupan setempat.
Di lain pihak, daya tarik kawasan Bandung utara juga muncul dari segi pariwisata berbasis kelestarian alam. Namun ini pun memunculkan sisi negatif pula, yang malah balik menjadi ancaman serius yang menghancurkan kawasan itu sendiri.

Penasehat Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Bandung Barat, Ishak, mengatakan, seiring melonjaknya pariwisata di utara Bandung, terutama Kecamatan Lembang dan sekitarnya, membuat terjadinya pergeseran sektor pertanian setempat. Dari semula berorientasi produksi, kini banyak yang beralih ke jasa pertanian, misalnya agrowisata.

Namun di balik perkembangan ini, katanya, risiko pun muncul.di mana penyusutan berbagai lahan pertanian di kawasan utara Bandung pun menjadi parah. Pasalnya, banyak lahan pertanian menjadi banyak diborong pemodal, dengan dialihfungsikan menjadi kawasan hotel dan bisnis perumahan yang celakanya memutus aliran sumber air bagi masyarakat umum.

Menurut Ishak, kondisi ini sudah membahayakan keseimbangan lingkungan di Bandung Utara, apalagi sudah mulai memunculkan kebutuhan air yang semakin meningkat terutama memenuhi kebutuhan sekitarnya. Meningkatnya kawasan hotel dan bisnis perumahan, mulai membuat para petani dan warga setempat kesulitan.

la menyebutkan, perubahan situasi di utara Bandung, terutama Kec. Lembang dan Parongpong terjadi sangat cepat. Apalagi, saat ini sekitar i juta wisatawan ke utara Bandung setiap akhir pekan, rata-rata menghabiskan 23 hari.

Disebutkan, kondisi ini membuat sejumlah usaha agro yang menjadi ciri khas kawasan utara Bandung pun terancam lenyap. Misalnya, usaha agribisnis bunga hias di Kec. Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, kini banyak yang terhenti akibat suplai pengairannya tak mencukupi lagi.

“Dampaknya menjadi berantai, memunculkan apa yang diistilahkan ‘pemerkosaan’ agroklimat di daerah pinggiran, untuk memaksakan produksi pertanian menggantikan yang hilang di Lembang dan Parongpong. Yang mengenaskan, adalah terus bertambah terancamnya keberadaan sejumlah sumber kawasan air yang tersisa di hutan pegunungan,yang diincar dikuasai pihak swasta sehingga bisa berakibat terjadinya monopoli hajat hidup orang banyak,” ujar Ishak, yang dikenal sebagai tokoh per-tanian di Bandung Utara.

Yang merepotkan, katanya, adalah bisnis jual beli air yang ternyata dilegalkan pemerintah karena pihak swasta dapat menguasai sumber air. Situasi demikian, bukan hanya menjadi ancaman utama defisit air bagi masyarakat Bandung Utara, namun juga berantai sampai ke hilir seperti perkotaan di mana populasi masyarakat lebih banyak.

Hajat hidup
Koordinator Dewan Pakar Dewan Pemerhati Lingkungan Kehutanan Tatar Sunda, Sobirin Supardiono, mengatakan, di utara Bandung dahulu sebenarnya ada lebih dari 800 mata air, namun kini tinggal 400 mata air. Dari jumlah tersebut hanya tinggal 70 buah mata air yang masih menghasilkan, itu pun kondisinya antara “hidup segan , mati tak mau”.

Disebutkan, ratusan mata air di utara Bandung lenyap, umumnya disebabkan sumber dan jalurnya ditutup oleh proyek pembangunan perumahan, hotel, dan proyek lainnya. Maraknya bisnis perumahan dan bisnis hotel di utara Bandung, menjadi ancaman bagi masyarakat di kawasan Bandung dari ketersediaan jaminan pasokan air dan keamanan bencana.

la mencontohkan, salah satu contoh rusaknya kawasan utara Bandung, adalah banjir di Kota Cimahi yang melalui jalur Jalan Cihanjuang. Kejadian tersebut baru muncul selama dua tahun terakhir, terutama setelah sejumlah jalur di utara Bandung banyak dijadikan proyek bisnis perumahan.

“Dapat dibayangkan, sangat kerugian masyarakat lain maupun sektor perekonomian kawasan barat Kota Bandung dan Cimahi, serta Bandung Barat, akibat banjir sebagai dampak pengrusakan kawasan utara Bandung. Ini beresiko memunculkan kondisi parah, kawasan-kawasan tersebut menjadi kantong-kantong kepadatan penduduk baru yang defisit sumber air,” ujarnya.

la menilai, dewasa ini aspek ekonomi terkesan lebih menjadi orientasi utama dari pihakpihak berkepentingan, termasuk sikap dari sejumlah oknum pemerintah daerah. Padahal perilaku demikian, jelasjelas menimbulkan terampasnya hajat hidup orang banyak, termasuk dari pengrusakan dan penguasaan sumber air oleh individu.

Menurut dia, kondisinya ironis, karena di tengah kondisi ini, peran dan ketegasan pemerintah malah terkesan “ompong”. Pada akhirnya, peran masyarakat yang pada akhirnya menjadi tulang punggung penyelamatan berbagai sumber air dari kawasan sekitarnya.

“Pada intinya, masyarakat sendiri kini sudah termotivasi ikut menjaga kedaulatan sumber air. Mudahmudahan ini dapat menjadi perhatian bagi Pemprov Jawa Barat maupun pemkab/pemkot setempat, agar dapat menegakan aturan dan hukum tegas terhadap sumber air demi kelangsungan kehidupan masyarakatnya,” ujar Ishak senada Sobirin.

Hutan Cisuren Menjadi Andalan Masyarakat


Dari sejumlah kawasan hutan di pegunungan Bandung utara, di antaranya kawasan hutan lindung di Cisuren yang sangat dikenal oleh masyarakat setempat. Kawasan hutan Cisuren sendiri yang memiliki lokasi rantai jalur dari Situ Lembang merupakan salah satu pusat air utama di Bandung Utara.

Petani asal Desa Tani Mulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung, Ocid (58), mengatakan, kawasan hutan Cisuren memang menjadi andalan warga setempat. Soalnya, sumber air itulah yang untukkehidupan masyarakat di Cimahi dan Bandung Barat setiap tahunnya, termasuk Kecamatan Ngamprah yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Bandung Barat.

Disebutkan, pada musim kemarau para petani sudah biasa mencari air ke kawasan hutan Cisuren untuk mengairi tanaman padi dan palawija mereka. Apalagi, sekitar bulan Juli dan Agustus 2014 nanti, saat musim puncak kemarau, banyak petani bersiapsiap mencari air ke Cisuren.

Menurut dia, hal unik lainnya yang menjadi kebanggaan masyarakat, di kawasan hutan lindung Cisuren diketahui masih banyak terdapat hewan liar seperti macan, burung elang jawa, kera surili, dll. Berbagai ekosistem di kawasan hutan tersebut diketahui masyarakat sebagai plasma nutfah daerah Jawa Barat.
Hanya saja, menurut Ketua Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan SeBandung Utara Roy Matita, munculnya kembali upaya penguasaan kawasan hutan Cisuren oleh pihak lain membuat masyarakat sekitarnya resah. Pasalnya, ribuan keluarga di Bandung Barat dan Cimahi sangat bergantung kepada sumber air dari kawasan hutan Cisuren, bukan hanya permukiman dan pertanian, tetapi perkantoran pemerintahan, swasta, rumah sakit jiwa, dll.

Roy menyebutkan, dampak sangat berbahaya lainnya jika kawasan hutan Cisuren dikuasai pihak lain lalu dialihfungsikan adalah tak ada lagi kawasan pengaman penahan bencana alam yang terkait dengan Gunung Tangkubanparahu. Secara teori, jika terjadi bencana alam berbagai kawasan di bawahnya bakalan tersapu dengan jumlah korban yang sangat banyak.

Dari sisi hukum, kata Roy, beberapa tahun lalu upayaupaya pengambilalihan dan pengalihfungsian kawasan hutan Cisuren sudah “memakan korban”. Seorang mantan pejabat daerah setempat kemudian dipenjara karena ikut terlibat dalam kasus tersebut. “Kami berharap peraturan pemerintah baik pusat maupun daerah atas kawasan Bandung utara dapat dijalankan dengan konsisten. Kami tak mau menjadi korban keserakahan pihakpihak yang hanya ingin mengail keuntungan semata dari perusakan kawasan hutan di Bandung utara,” ujarnya.

Administratur KPH Bandung Utara Perum Perhutani Wismo Tri Kancono selaku pengelola kawasan Cisuren yang dikonfirmasi, menyebutkan, upaya-upaya pihak lain menguasai kawasan Cisuren yang luasnya 297 hektare sudah ketiga kalinya. Terindikasi, ada upaya pihak lain untuk dibisniskan lagi kepada investor yang ingin membangun kawasan hotel atau resor. “Hal inilah yang menjadi incaran pihak lain untuk mengeruk keuntungan ekonomi semata, tanpa memikirkan keselamatan dan hajat hidup masyarakat umum,” ujar Wismo.

Sumber : Pikiran Rakyat, Hal 12
Tanggal : 9 Juni 2014

Share:
[addtoany]