TEMPO.CO, JAKARTA (18/8/2016) | Meski balap motor gagal dipertandingkan di Subang, masih ada satu cabang olahraga lagi yang akan dilombakan di Kota Nanas ini pada Pekan Olahraga Nasional XIX/2016, yakni terbang layang. Venue pertandingan cabang olahraga ini mengambil tempat di Lanud Suryadarma, Kalijati.Sekitar 40 kilometer ke arah utara dari Lanud Suryadarma, Kalijati, ada sebuah tempat wisata ekstrem, yakni penangkaran buaya muara di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Buaya muara (Crocodylus porosus) merupakan yang terbesar, terpanjang, dan terganas di dunia. Seekor buaya muara dapat tumbuh hingga mencapai panjang 12 meter. Buaya muara dinamai demikian karena habitatnya adalah sungai-sungai dan di laut, dekat muara.
Penangkaran buaya Blanakan berdiri sejak 1983. Tempat ini dikelola oleh Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Penangkaran buaya Blanakan merupakan satu-satunya lokasi penangkaran buaya di Jawa Barat, mulai dari proses bertelur, penetasan, hingga pengembangbiakannya.
Menuju kawasan penangkaran buaya ini, siap-siap saja menerjang medan yang lebih mirip kubangan, jika hujan sedang sering turun. Pasalnya, jalan yang dilewati belum sepenuhnya berlapis aspal. Belum lagi lebar jalan yang tak seberapa, sehingga terkadang kita perlu menepi sebentar untuk mempersilakan mobil dari arah yang berlawanan berlalu.
Lalu, apa saja yang ditawarkan penangkaran buaya ini kepada para pengunjung? Yang paling menarik perhatian adalah menyaksikan keberadaan dua ekor berukuran luar biasa, Jack dan Baron. Kedua pejantan itu, bersama lima betina dewasa, merupakan induk dari semua buaya yang ditangkarkan di penangkaran ini. Baron memiliki panjang 7 meter dengan berat sekitar 750 kilogram, sedangkan tubuh Jack mencapai berat satu ton.
Jack dan Baron ditempatkan di area khusus, tapi jangan bayangkan area-area penangkaran yang steril dari manusia dan berpagar pembatas kokoh, yang dapat melindungi pengunjung dari serangan buaya. Anda boleh masuk ke area kolam tempat Jack dan Baron berada, bahkan ditawarkan berfoto wefie bersama Jack dan Baron oleh para pawang mereka. Pawang menjamin buaya asuhan mereka tak akan menyerang pengunjung, selama mereka mendampingi. Bukan pilihan yang tepat, jika Anda tergolong orang yang tidak mau mengambil risiko, tapi itu barangkali pilihan yang paling benar mengingat sejinak-jinaknya buaya, mereka adalah hewan buas dan karnivora.
Penangkaran buaya ini mengembangbiakkan buaya dari Jack dan Baron, serta kelima induk betina tadi. Buaya diternakkan untuk diambil kulitnya, yang nantinya digunakan sebagai bahan baku industri fesyen, seperti untuk pembuatan tas, dompet, hingga sepatu. Dagingnya sendiri tak dijual karena konon kurang lezat untuk dikonsumsi.
Berkunjung kemari artinya juga harus siap membayar tiket berkali-kali. Anda akan dikutip Rp 11 ribu di pintu masuk dan kalau membawa mobil, biaya parkirnya Rp 5 ribu per mobil. Jika ingin menyaksikan Jack dan Baron, Anda harus merogoh kocek lagi dan membayar tiketnya Rp 8 ribu per orang.
Tidak disebutkan apakah Anda harus membayar lagi jika berfoto bareng Jack dan Baron. Namun yang pasti, Anda tetap harus ekstra hati-hati dan waspada selama berwisata di kawasan ini. (*)
Tanggal : 18 Agustus 2016
Sumber : Tempo.co