Sensasi "Surfing" di Pantai Grajagan Banyuwangi

BANYUWANGI, KOMPAS.com – Jika anda penyuka olahraga selancar (surfing) sepertinya Anda harus menjajal “seksi” nya ombak di Pantai Grajagan, Banyuwangi, Jawa Timur Konon, Grajagan memiliki gelombang konsisten rideable di dunia yang hanya direkomendasikan untuk peselancar profesional. Bukan hanya ombaknya yang indah, sepanjang pantai yang berjarak 53 kilometer ke arah selatan dari Banyuwangi menyuguhkan pesona yang luar biasa. Pantai, ombak, bebatuan serta bukit seakan sebuah kesatuan yang mampu menenangkan bagi para pengunjung.

Pantai Grajagan berada di hutan KPH Banyuwangi Selatan, tepatnya di petak 111 BKPH Curahjati atau secara administratif pemerintahan terletak di Sesa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Wanawisata ini juga dikelola oleh Kesatuan Bisnis Mandiri – Wisata, Benih dan Usaha lainnya (KBM-WBU) Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Di Pantai Grajagan juga tersedia fasilitas penginapan untuk umum.
“Untuk surfing di Pantai Grajakan, panjang ombak mencapai 1 kilometer. Spot yang terbaik ada di Plawangan. Jaraknya sekitar 300 meter dari bibir pantai sini,” kata Sucipto (35), pelatih surfing yang lahir di Desa Grajagan. Untuk menuju ke Plawangan biasanya ia menyusuri garis pantai yang dipenuhi bebatuan.
“Kalau terbiasa yang tinggal renang menggunakan papan. Di Plawangan (kecepatan) ombaknya bisa mencapai 60 km per jam. Sedangakn tinggi ombak bisa mencapai 4 meter. Peselancar juga bisa masuk ke dalam lubang ombak. Sensasinya luar biasa, tapi ya hanya untuk profesional, karena Plawangan merupakan spot yang berbahaya bagi perahu nelayan. Ombaknya ganas. Kalau untuk pemula cukup di sekitar pantai sini,” jelas lelaki yang hampir 15 tahun menekuni dunia surfing.
Sucipto kepada Kompas Travel, Minggu (11/5/2015), mengaku pertama kali mengenal dunia surfing di Pantai Grajagan. “Sekolah saja nggak sampai lulus SD karena keadaan. Lalu bekerja sebagai nelayan. Belum genap usia 16 tahun yang tertarik dengan beberapa bule yang surfing di sini. Akhirnya saya belajar sendiri gimana caranya berdiri di atas papan seluncur,” kenangnya sambil tertawa.
KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI Sucipto, pelatih surfing kelahiran Pantai Grajagan, Banyuwangi, Jatim. Sebagian besar tamunya wisatawan asing dari Jepang.
Dia mengaku sudah tidak ingat berapa kali terjatuh saat awal belajar. “Sempat terseret ombak. Dan saya inget beli papan selancar bekas yang harganya Rp 150 ribu,” ceritanya.
Memindahkan Bali ke Banyuwangi
Saat ini Sucipto memilih menjadi pelatih surfing di Pantai Grajagan Banyuwangi. Tapi dia lebih banyak menerima tamu dari Bali. “Sebulan minimal 3 kali ke Bali untuk menjemput tamu yang hampir sebagian besar dari Jepang. Mereka rata-rata mengenal saya yang hanya dari mulut ke mulut. Memang sih setelah belajar surfing di Pantai Grajagan saya lebih banyak menghabiskan waktu di Bali. Bukan hanya belajar, tapi juga mengajar di beberapa sekolah surfing di Bali. Saya di sana ‘jualan’ pantai Grajagan agar mereka mau ber-surfing dan datang ke Banyuwangi,” jelas lelaki yang berbadan gempal tersebut.
Untuk harga yang dipatok saat melatih surfing para wisatawan, Sucipto berseloroh jika harganya masih murah dibandingkan di Bali. “Saya bahkan pernah bilang ke tamu-tamu saya, jika ombaknya nggak bagus saya siap untuk tidak dibayar,” katanya.
Mas Cip, begitu ia disapa, merasa terpanggil untuk membangun kampungnya sendiri termasuk bercita-cita untuk mendirikan sekolah surfing di Banyuwangi. “Saya lahir di sini dan ingin mengembangkan Banyuwangi. Sekarang masih ngumpul-ngumpulkan dana dulu. Apalagi anak dan istri juga tinggal di Banyuwangi,” pungkasnya.
Sumber  :  www.travel.kompas.com
Tanggal  :  15 Mei 2014

Share:
[addtoany]