Strategi shifting ala Perhutani

Sejak awal, Bosreglement dan Dienst Reglement, cikal bakal Perum Perhutani, diterbitkan untuk mengelola produk kayu yang bermanfaat bagi pendapatan Hindia Belanda, terutama jati. Ratusan tahun lembaga tersebut fokus pada pengembangan bisnis produk kayu, serta turunannya.

Namun 6 dekade setelah Perum Perhutani berdiri, lembaga ini memutuskan untuk mulai melakukan shifting pada bisnis lain. Sebenarnya hilirisasi industri Perhutani sudah ada sejak dulu, tetapi kini Perum tersebut akan lebih menekankan pencarian labanya pada sektor-sektor hilir yang belum tergarap optimal.

Meski mengaku tidak mengenyampingkan produk kayu, tetapi bisnis Perhutani mulai tahun ini dan selanjutnya akan bergeser kepada produk-produk non kayu. Lebih lagi. Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto mengakui BUMN itu akan mulai fokus ke penghiliran dan produk turunan.

Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengungkapkan langkah Perhutani tersebut merupakan penguatan bisnis hilir. Menurutnya, selama ini usaha-usaha tersebut telah ada. tetapi belum terlalu kuat.

Peralihan bisnis tersebut mulai terlihat pada kontribusi pendapatan perseroan. Jika 5 tahun lalu kontribusi pendapatan dari produk kayu dan turunannya mencapai 70%, tahun lalu produk non kayu telah menvumbang pendapatan hingga 55%.

Adapun, pada tahun ini perseroan menargetkan pendapatan Rp3,89 triliun, setengahnya diharapkan berasal dari produk industri non kayu, ekowisata, dan jasa lingkungan, serta trading dan usaha lain. Sementara produksi kayu bundar diperkirakan menyumbang 35% dari total pendapatan dan 13% dari industri kayu.

Kontribusi pendapatan dari industri kayu pada tahun ini diperkirakan meningkat karena perum diharapkan mulai mengoperasikan penuh pabrik plywood pada April 2013. Selain itu pada kuartal 111/2013 perum juga optimistis dapat mulai mengoperasikan pabrik kayu yang akan mengelola sisa kayu dari pabrik plywood tersebut.

Secara umum Bambang memperkirakan dalam 2 tahun kontribusi pendapatan industri hilir dapat mencapai 20%-25% dari total pendapatan. Nilai tersebut diperkirakan meningkat hingga 60% dalam kurun waktu 10 tahun.

Selain meraih keuntungan lebih banyak dengan memberi nilai tambah kepada produknya, Hadi menambahkan, peralihan diharapkan dapat mengurangi aktivitas pialang yang mendominasi industri kayu jati dan gondorukem.

“Selalu dalam perdagangan ini kan masih dikuasai broker. Sudah lama, masak Perhutani tidak bisa mengatasi persoalan broker ini. Sebab itu memang kami mendorong supaya keuntungan tidak banyak ke broker,” terangnya.

Dalam rangka merealisasikan target tersebut Bambang mengatakan Perhutani akan memiliki pabrik baru tiap tahunnya. Pada tahun ini saja perseroan akan mulai mengoperasikan tiga pabrik baru, yaitu pabrik produk turunan (derivatif) gondorukem dan pabrik plywood yang keduanya mulai dibangun pada tahun lalu, dan pabrik pengolahan limbah plywood.

Selain itu perseroan juga akan memperluas pabrik air minum Perhutani di Jawa Barat dan Jawa Timur dari kemampuan produksi 1 juta liter menjadi 10 juta liter dengan kebutuhan investasi Rp 15 miliar—Rp20 miliar. Selanjutnya dalam perluasan jangka menengah diharapkan pabrik ini akan mampu memproduksi 30 juta liter air minum.

Selanjutnya perseroan juga telah memiliki rencana pembangunan pabrik porang pada tahun depan serta menjajaki pembangunan pabrik pengolahan derivatif kayu putih. Selama ini Perhutani memang memproduksi kayu putih untuk dipasarkan kepada pabrik pengolahan derivatif. Dengan adanya pabrik baru tersebut dia berharap hasil produknya dapat langsung dipasarkan sebagai barang konsumsi ke masyarakat umum.

Sebab itulah perum akan menyisihkan sekitar Rp700 miliar tiap tahunnya untuk investasi pabrik. Dari nilai tersebut Rp350 miliar–Rp500 miliar akan digunakan untuk pembangunan pabrik bani. Adapun, dari total dana tersebut 60%— 70% akan didanai melalui pinjaman dari perbankan.

Lebih dari itu, menurut Hadi, keseriusan Perhutani dalam menggarap bisnis hilir ini juga tampak melalui rencana pembentukan divisi khusus yang akan menangani industri hilir.

Dalam hal ini, dia mengatakan kementerian memberikan insentif melalui permudahan izin. Bahkan segala rencana perizinan tersebut pun sudah disetujui oleh Dewan Kehutanan.

Bambang berharap industri hilir ini dapat membawa lebih banyak nilai tambah, dan tentu saja pendapatan, karena investasi pada sektor hulu membutuhkan waktu yang cukup panjang sebelum dapat berkontribusi.

Selain persoalan kontribusi pendapatan dan waktu yang dibutuhkan untuk berinvestasi, langkah industrialisasi juga diambil karena prinsip hemat sumber daya alam dengan melakukan lebih sedikit eksploitasi. Dengan demikian pertumbuhan perseroan nantinya akan didorong oleh sektor-sektor hilir.

Sementara untuk pengelolaan produk hulu akan dilakukan dengan lebih banyak melibatkan masyarakat dan intensifikasi lahan. Misalnya saja pemanfaatan lahan di bawah tegakan tanaman kayu keras melalui penanaman porang. Porang inilah yang nantinya akan menjadi bahan baku dari pabrik porang yang rencananya mulai dibangun pada tahun depan.

“Sebenarnya ini bukan rencana baru. Wacananya sudah lama. Namun, saya juga kadang heran, kebanyakan tidak ada yang berani ambil keputusan. tidak berani mengambil pinjaman ke bank misalnya. Selain itu yang membuat terhambat juga dulu birokrasi panjang dan lama, sehingga rencana-rencana yang ada kehilangan momentum. Kalau sekarang bisa lebih cepat,” jelasnya.

Sebelumnya pada akhir Januari 2013 Kementerian Perindustrian juga mengungkapkan rencana untuk mendorong penghiliran produk kayu dan perkebunan dengan titik tekan pada pemberian nilai tambah, dan produksi yang berkelanjutan. Dengan demikian ekspor produk mentah hasil hutan dan perkebunan dapat berkurang signifikan.

Meski demikian Hadi memastikan Perhutani tidak akan masuk ke industri yang sangat hilir hingga langsung ke produk kondumsi. Menurutnya hilirisasi industri Perhutani hanya pada derivatif setengah jadi agar tidak ada persaingan dengan masyarakat.

“Kami dorong hilir, tetapi tidak sampai tersier, jangan sampai BUMN bersaing dengan usaha mebel rakyat, misalnya.

Ini wacana sudah lama, tetapi terhambat keberanian direksi dan dukungan dewan serta seluruh karyawan Perhutani,” jelasnya.

Penulis : Rika Novayanti
Bisnis Indonesia hal. 26 ::: Selasa, 05 Maret 2013