Sukses Mengejar Mimpi Jadi Bos Hutan

Kontan – Berkecimpung di industri kehutanan sejak tahun 1988 membuat Mustoha Iskandar kenyang pengalaman dalam bidang ini. Berbagai posisi pernah dikerjakannya di industri kehutanan.
Tak heran jika sejak Oktober 2014 dia ditunjuk menjadi Direktur Utama Perum Perhutani yang menjadi holding BUMN kehutanan.
Seperti apa kisahnya?Adisti Dini Indreswari MULAI Oktober 2014 lalu, nama Mustoha Iskandar mulai dikenal banyak orang lantaran Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menunjuknya menjadi Direktur Utama Perum Perhutani, perusahaan yang bergerak dalam industri kehutanan.
Meski namanya masih asing di telinga publik, tapi pria lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1986 ini adalah figur kawakan di internal perusahaan.
Mustoha mulai bergabung ke perusahaan pelat merah ini sejak 1 Februari 1988 silam atau sudah 27 tahun mengabdi di pada perusahaan tersebut. Ungkapan buah jatuh tak jauh dari pohonnya cocok untuk menggambarkan karier yang dijalani Mustoha dalam industri kehutanan.
Pilihan untuk menggeluti bidang kehutanan bukan tanpa alasan. Ayah Mustoha yang merupakan karyawan PT Inhutani, perusahaan BUMN yang juga bergerak dalam sektor kehutanan (sekarang anak usaha Perhutani) dijadikan panutan untuk merintis kariernya di kemudian hari.
Pilihan untuk makin kuat karena sang kakak juga lebih dulu bekerja diperusahaan yang sama dengan sang ayah. “Ayah saya dulu pejabat paling rendah dalam struktur organisasi Inhutani dan sekarang anaknya bisa jadi orang nomor satu di Perhutani,” kenang Mustoha saat berbincang dengan KONTAN beberapa waktu lalu.
Karena ayahnya bekerja di perusahaan kehutanan, pria kelahiran Cirebon, 10 Agustus 1960 ini sudah mengenal istilah yang kerap digunakan dalam industri kehutanan sejak masih kecil. Tekad kuat untuk berkecimpung dalam industri kehutanan membuatnya memilih kuliah jurusan kehutanan di UGM pada tahun 1982.
Mustoha mengaku sebagai teman seangkatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kuliah di jurusan yang sama. Selain mendapatkan ilmu, Mustoha juga mengaku ingin memperoleh pengalaman organisasi yang kelak akan bermanfaat baginya ketika dipercaya memimpin sebuah organisasi.
Hal tersebut diaplikasikan Mustoha dengan kesediaannya menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) cabang Yogyakarta pada tahun 1984 hingga 1985. Bekal ilmu dan pengalaman berorganisasi ini dibawanya untuk bisa meraih mimpi untuk bekerja di sektor kehutanan yang dinilai sebagai bidang keahliannya. Mimpi ini pun menjadi kenyataan setelah lulus kuliah pada 1986, Mustoha diterima bekerja di lingkungan Kementerian Kehutanan (Kemhut).
Meski bidang tersebut dikuasainya, tapi bekerja sebagai abdi negara ternyata tak membuatnya terlalu antusias. Dia pun menjajal untuk mulai mengikuti jejak sang ayah ketika pada tahun 1988 mulai bergabung dengan PT Inhutani III (Persero) yang beroperasi di wilayah Kalimantan.
Jabatan pertamanya sebagai seorang profesional adalah Asisten Manager Hutan Tanaman Industri (HTI) Nanga Pinoh di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Dari situ, dia kemudian dimutasi ke HTI Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan, Unit Banjarbaru Kalimantan Selatan, lalu Unit Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah. “Saya sudah enam tahun blusukan di hutan. Tugas saya adalah sebagai juru ukur,” ujar Mustoha.
Selama enam tahun itu pula, Mustoha harus rela hidup berjauhan dengan keluarga tercinta. Namun, konsekuensi ini harus dihadapi demi mengejar karier profesional yang lebih tinggi dan sebagai bentuk totalitas terhadap pekerjaan.
Pengorbanan jauh dari keluarga ini pun terbayar lunas karena karier Mustoha semakin menjulang di Inhutani. Pada tahun 1996, Inhutani membentuk anak usaha patungan dengan PT Gudang Garam dan Nordic Forest Development asal Finlandia bernama PT Finantara Intiga dan Mustoha diberi kehormatan untuk duduk sebagai Direktur Produksi.
Posisi ini bisa diraih Mustoha kurang dari 10 tahun bekerja di Inhutani. Dia pun sukses menjalankan peran sebagai pimpinan di bidang produksi perusahaan di Finantara dan pada tahun 1998, dia ditunjuk untuk duduk sebagai kepala unit usaha Inhutani III di Sampit dan Kepala Biro HTI setahun kemudian.
Hasil pekerjaan yang dinilai memuaskan membuatnya diberi kepercayaan menjadi Direktur Pengembangan Inhutani III pada 2001. Enam tahun lamanya Mustoha mengemban sebagai Direktur Pengembangan Inhutani III. Kinerja baik lagilagi berhasil ditunjukkan ayah dua anak ini dan membuatnya direkrut ke level yang lebih tinggi, yakni menjadi Direktur Utama pada tahun 2007.
Namun, posisi puncak ini justru diraih Mustoha di PT Inhutani IV yang beroperasi di wilayah Sumatra bagian utara. Empat tahun menakhodai Inhutani IV, Mustoha pada tahun 2011 melepas jabatan sebagai orang nomor satu Inhutani IV demi mengejar karier di perusahaan Perhutani yang dinilainya lebih besar.
Awal karier Mustoha di Perhutani adalah menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Sumber Daya Hutan dan Pengembangan Usaha Hutan Rakyat. Pada Januari 2014, dia kemudian dipindahkan menjadi Direktur Komersial Kayu dan akhirnya ditunjuk menjadi Direktur Utama Perhutani pada bulan Oktober 2014.
Transformasi korporasi Pengangkatan Mustoha sebagai orang nomor satu di Perhutani ini di luar perkiraannya. Pasalnya, penunjukkan ini hanya sebulan setelah Perhutani resmi menjadi holding BUMN perusahaan kehutanan yang membawahi PT Inhutani I (Persero) hingga PT Inhutani V (Persero).
Dengan penggabungan ini, berarti tugas Mustoha semakin berat karena harus menjaga keberlangsungan anak usaha perusahaan. Meski termasuk figur yang sudah paham seluk beluk industri kehutanan di tanah air, tapi Mustoha mengaku masih kaget dan tidak tahu latar belakang di balik penunjukan dirinya sebagai bos Perhutani.
Namun, Mustoha tak mau ambil pusing dan menerima amanah tersebut dengan berusaha berkontribusi terbaik bagi perusahaan. Hal pertama yang dikerjakan Mustoha sebagai Direktur Utama Perhutani adalah mentransformasi budaya perusahaan, dari birokrasi menjadi korporasi.
Transformasi budaya perusahaan ini bukan tanpa alasan. Sepanjang 27 tahun berkiprah di industri kehutanan, dia menilai industri kehutanan tak lebih dari seperti “tukang jahit”. “Industri kehutanan terutama produsen kayu di Indonesia hanya berproduksi berdasarkan pesanan.
Jangan heran kalau ada produk kayu olahan impor yang masuk ke Indonesia dengan harga mahal, padahal bahan bakunya dari Indonesia,” ujarnya. Hal ini menjadi keprihatinan bagi Mustoha, tak heran jika dia pun berambisi agar Perhutani tidak hanya menggarap sektor hulu tapi juga sektor hilir. Pasalnya, banyak produk turunan kayu yang pasarnya belum digarap dengan baik.
Mustoha mencontohkan, Indonesia banyak mengimpor gondorukem dan terpentin, yaitu produk olahan getah pinus yang biasa digunakan sebagai bahan baku industri. Padahal, Perhutani juga mampu memproduksi gondorukem dan terpentin. Sebaliknya, Perhutani justru lebih getol mengekspor gondorukem dan terpentin.
Kini, setelah permintaan ekspor menurun akibat perlambatan ekonomi, Perhutani lebih serius mencari cara supaya gondorukem dan terpenting bisa diserap oleh dalam negeri. Melihat pasar Eropa dan China yang selama ini menjadi tujuan utama ekspor Perhutani sedang lesu, Perhutani tidak mau tinggal diam.
Perusahaan ini pun melirik pasar lain seperti Timur Tengah. Melalui strategi itu, Mustoha optimistis Perhutani bisa mencetak pertumbuhan pendapatan sebesar 26% di atas tahun lalu, menjadi Rp 5,28 triliun.
Adapun komposisi produk kayu dan non kayu hampir seimbang yaitu 42% banding 52%. Menurut Mustoha, sebagai perusahaan yang bertumpu pada sumber daya alam, Perhutani memiliki karakteristik yang unik.
Perusahaan tidak hanya dibebani untuk memupuk keuntungan, tetapi juga dituntut untuk melestarikan hutan. Perhutani juga ingin ambil bagian dalam program swasembada pangan Joko Widodo. Caranya dengan melakukan tumpang sari untuk budidaya padi dan jagung di pulau Jawa.
Perhutani sudah mengalokasikan lahan hutan seluas 100.000 hektare (ha) untuk menanam padi dan jagung tahun ini. “Kami akan menambah lahan seluas 167.000 ha lagi tahun depan,” imbuh Mustoha.
Bukan hanya itu, Perhutani juga menyatakan siap menjadi offtaker dan feeder bagi Perum Bulog, karena memiliki jaringan yang menjangkau sampai ke daerah-daerah yang terpencil.
Apalagi, dengan sinergitas antara Perhutani dan Inhutani, jaringan yang dimiliki Perhutani juga semakin luas dan mampu menjangkau hingga wilayah pelosok. Seluruh target itu hanya bisa dicapai apabila Perhutani fokus menjalankan rencana bisnisnya.
“Sebagai puncak pimpinan, saya fokus dalam bekerja. Peluang untuk mencari uang terbuka di mana-mana, bukan cuma di kehutanan,” ujarnya.
Sumber    : Kontan, Hal. 15
Tanggal    : 01 Agustus 2015

Share:
[addtoany]