Tanggapan untuk Walhi Jabar

Menanggapi tulisan Sdr. Dadan Ramdan (Direktur Walhi Jabar) dalam Surat Pembaca HU Pikiran Rakyat, Senin, 13 Juni 2011, kami sampaikan hal hal sebagai berikut :
1. Perum Perhutani sebagai BUMN dipercaya pemerintah mengelola kawasan hutan di Pulau Jawa termasuk wilayah Jabar dan Banten  berdasarkan PP No. 72 Tahun 2010. Luas hutan yang dikeloIa Perum Perhutani Jabar dan Banten 677.548,78 ha, terdiri atas hutan produksi 445.221,82 ha dan hutan lindung 232.326,96 ha.
2. Dalam pengertian hutan berdasarkan UU No. 41, yang di maksud hutan tidak hanya kawasan hutan yang ditetapkan pemerintah c.q. Perhutani dan kawasan-kawasan yang dikelola oleh UPT-UPT Kementerian Kehutanan, misalnya kawasan Taman Nasional, kawasan konservasi dan juga oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jabar, misalnya Taman Hutan Rakyat (Tahura), tetapi juga lahan-lahan masyarakat yang ditanami pepohonan yang berfungsi dan memberikan manfaat sebagai hutan yang disebut sebagai hutan rakyat.
3. Luas hutan rakyat Jabar seluas 549.522 ha terdiri atas sangat kritis 267.733 ha dan kritis 281.789 ha. Kondisi ini mernerlukan penanganan khusus dari pemangku kepentingan baik itu pemerintah, pemerintah provinsi, Dinas Kehutanan, Perum Perhutani maupun LSM dan lainnya, dengan memberikan perhatian khusus dalam memperluas tutupan lahan khususnya di Iahan masyarakat sehingga mempunyai fungsi dan manfaat sebagai hutan. Semestinya LSM-LSM yang bergerak di bidang lingkungan bersama dengan pemerintah tidak hanya mengoreksi kesalahan tetapi berbuat, membantu masyarakat.
4. Sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan, Perhutani juga ikut mengembangkan hutan rakyat sejak 2009 yang sesungguhnya bukan tugas pokok Perhutani, tetapi Perhutani terpanggil untuk turut menghijaukan lahan-lahan di luar kawasan hutan. Dengan harapan, masyarakat bisa mengadopsi pengelolaan yang telah dilakukan Perhutani dalam mengembangkan lahan-lahan kritis atau tidak produktif menjadi hutan lestari. Sebagai gambaran yang telah dilakukan di hutan rakyat, tahun 2009, penanaman 194 ha dan pengembangan 402 ha; tahun 2010 penanaman 1.635 ha pengembangan 9.267 ha, dan rencana tahun 2011 penanaman 2.000 ha dan pengembangan 2.550 ha. Diharapkan masyarakat tidak hanya menanam pepohonan, tetapi mampu mengelola hutan dengan baik dan tata cara pemasaran sesuai dengan tata niaga kayu sehingga memperoleh hasil secara optimal.
5. Di dalam mengelola kawasan hutan, Perhutani melakukan kegiatan penebangan yang segera diikuti penanaman kembali (hutan produksi merupakan hutan tanaman). Sebagai gambaran, jumlah luas tebangan habis di wilayah Jabar dalam tahun 2008, realisasi tebangan seluas 1.242,61 ha (0,28%) dari luas hutan produksi atau 0,18% dari luas kawasan yang dikelola Perhutani; tahun 2009 realisasi tebangan seluas 662,80 ha (0,15%) dari luas hutan produksi atau 0,10% dari luas kawasan yang dikelola Perhutani; tahun 2010 realisasi tebangan seluas 607,83 ha (0,14%) dari luas hutan produksi atau 0,09% dari luas kawasan yang dikelola Perhutani. Selain penanaman di bekas tebang habis, Perhutani juga melakukan rehabilitasi lahan kosong akibat penjarahan di masa lalu dengan luas rata-rata 6.000 ha/tahun.
6. Di dalam Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.18 /Menhut II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Rutan, Perhutani tidak mempunyai kewenangan menyetujui permohonan pinjam pakai, keputusannya ada pada Menteri Kehutanan dan apabila disetujui Menteri Kehutanan sekalipun, lahan kompensasi yang diharuskan sebagai lahan pengganti minimal dengan rasio 1 : 1. Artinya, luas kawasan hutan tidak berkurang, bahkan akan bertambah apabila rasionya menjadi 1 : 2 atau 1 : 3. Izin yang diberikan menteri untuk permohonan pinjam pakai sangat terbatas, dengan prioritas diberikan untuk keperluan keperluan strategis, misalnya untuk pertahanan, keperluan religi termasuk di dalam kawasan hutan di Perhutani. Kalau ada permohonan untuk keperluan komersial, misalnya untuk pertambangan, Perhutani akan sangat hati-hati dalam memberikan pertimbangan teknis kepada Menteri Kehutanan dalam mengambil keputusan.
7. Salah satu sistem yang dipakai Perhutani dalam mengelola hutan adalah sistem pengelolaan sumber daya hutan bersarna masyarakat (PHBM), di mana masyarakat memperoleh akses dan manfaat yang seluas-luasnya dari suatu kawasan hutan (wilayah pangkuan desa) secara bersama sama dengan Perhutani dan pemangku kepentingan lain sehingga masyarakat tidak hanya memperoleh manfaat finansial, tetapi mereka juga memperoleh manfaat sosial dan lingkungan. Sebagai gambaran, tahun 2005-2010 jumlah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sudah melaksanakan PHBM sebanyak 1.546 LMDH dari 1.557 desa hutan, sisanya sedang dalam proses. Salah satu contoh implementasi PHBM di wilayah Bandung Selatan yaitu Pangalengan dan Ciwidey. Awalnya, tahun 1998-2002 masyarakat menanam sayur-sayuran di lahan bekas penjarahan, tetapi akhirnya melalui sistem PHBM, mereka beralih menjadi petani kopi yang ditanam di bawah tegakan. Selain memperoleh pendapatan dari hasil sebagai penyadap, mereka saat ini juga memperbleh hasil dari tanaman kopi. Jadi, tidak tepat atau tidak benar kalau Sdr. Dadan memberikan pernyataan rendahnya akses kuasa masyarakat untuk mengelola kawasan hutan, Untuk itu, Saudara diminta mengklarifikasi pernyataan dengan data yang benar.
8. Walhi Jabar sebagai LSM yang mempunyai kepedulian lingkungan seharusnya tidak mempunyai standar ganda dan jeli menelisik serta berani mengangkat fakta-fakta kerusakan lingkungan di Tasikmalaya Selatan (Cipatujah) akibat penambangan pasir besi di kawasan pantai yang sudah menjadi isu lingkungan yang cukup luar.
Penulis adalah Kepala Seksi Humas Perum Perhutahi Unit III Jawa Barat dan Banten
Nama Media : PIKIRAN RAKYAT
Tanggal       : Sabtu, 18 Juni 2011/h. 31
Penulis        : YOPITASARI, S.HUT
TONE           : POSITIVE

Share:
[addtoany]