Target Ekspor 2019 – Perhutani Andalkan Produk Jati

BISNIS INDONESIA (23/11/2018) | BUMN Kehutanan Perum Perhutani masih mengandalkan kayu jati untuk mendorong kinerja ekspor pada tahun depan. Corporate Secretary Perum Perhutani Asep Rusnandar menyatakan untuk 2019 mendatang, produk kayu jati Perhutani yang menjadi andalan itu memiliki produk-produk turunan berupa fl ooring jati, plywood, dan barecore.

Perhutani menargetkan volume ekspor fl ooring jati sebesar 4.098 meter kubik dengan nilai sekitar Rp120 miliar dan produk plywood serta barecore 9.300 meter kubik dengan nilai sekitar Rp36 miliar. “Jadi Perhutani masih optimistis pada 2019, hal ini seiring dengan beberapa pertimbangan seperti nilai kurs rupiah terhadap dolar AS yang cenderung stabil,” terang Asep kepada Bisnis, Kamis (22/11).

Asep menjelaskan, inovasi perusahaan dalam mengantisipasi minat dan target ekspor dirumuskan dalam sejumlah strategi seperti memotong jaringan pemasaran dengan membangun networking pasar terutama di China dan Eropa, melakukan riset pasar, hingga mendorong pembuatan produk baru yakni produk-produk furnitur dan housing component.

Asep menyebut, pabrik industri kayu Perhutani di Brumbung, Semarang, diprogram untuk fokus membuat produk-produk furnitur dan housing component dengan desain- desain yang terkini baik untuk pasar nasional maupun pasar luar negeri. “Saat ini kondisi pabrik sedang di-setting ulang untuk bisa mendukung fokus produk tersebut.” Perhutani menghasilkan log kayu setiap tahun sekitar 900.000 meter kubik, dengan rincian kayu jati 500.000 meter kubik, dan rimba 400.000 meter kubik. Ada pula hasil hutan kayu berupa getah pinus 90.000 ton per tahun.

“Untuk kayu log yang diserap industri kayu hanya sekitar 10-15% sisanya dijual berupa log dan dapat menggerakkan roda perekonomian industri kehutanan swasta,” sambung Asep. Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) memperkirakan nilai ekspor produk kehutanan dapat meningkat sekitar 8,3% menjadi US$13 miliar pada tahun depan. Tahun ini, nilai ekspor diperkirakan mencapai US$12 miliar. Khusus untuk produk kayu olahan, ekspornya sudah mencapai US$10,59 miliar sampai dengan Oktober.

Di sisi lain, Asep meyakini Paket Kebijakan Ekonomi XVI diharapkan bisa memberi dampak semakin tingginya insentif bagi para investor. Ke depannya, diharapkan industri kehutanan akan semakin meningkat baik dari segi volume maupun teknologi.

“Era perdagangan bebas memang sudah menjadi kesepakatan negara-negara di dunia sehingga diharapkan persaingan sehat dan produktifi tas akan semakin meningkat,” terangnya. Dia berpendapat, Perhutani sebagai salah satu pelaku usaha kehutanan, terutama untuk produk kayu dan nonkayu, bisa mendorong arus modal untuk masuk ke Indonesia. Tentunya kondisi ini akan membangkitkan industri kehutanan dan memberi nilai tambah. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan relaksasi DNI adalah bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang berupaya mendorong sektor unggulan. Darmin menilai, banyak pihak masih menilai kebijakan ini terlalu menguntungkan bagi investor asing.

Sejumlah produk sektor kehutanan yang menerima relaksasi DNI sampai 100% antara lain; industri kayu gergajian dengan kapasitas di atas 2.000 meter kubik, pengusahaan pariwisata alam, industri kayu lapis, industri kayu LVL, industri serpih kayu, dan industri kayu pellet.

Sumber : Bisnis Indonesia, hal. 27

Tanggal : 23 November 2018